Dalam 1 minggu terakhir, IHSG kembali menguat sedikit setelah sebelumnya mengalami tekanan cukup besar. Namun, aksi jual dari investor asing masih terus berlangsung dan nilainya mencapai 3,8 triliun Rupiah dalam seminggu. Kedepannya, pergerakan IHSG tentu tidak terlepas dari kondisi bursa global dan perkembangan vaksin yang menjadi harapan pemulihan dari Covid.
Indeks Global Masih Terpukul, Namun didukung Bank Sentral
Indeks global S&P 500 masih berada dalam tren penurunan, turun dari titik tertingginya sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini S&P berada 7.3% lebih rendah dari harga tertinggi sebelumnya. Namun, ada beberapa hal yang mendukung di tengah penurunan ini.
Pertama, berkaitan dengan lapangan kerja di Amerika. Data Initial Jobless Claim menunjukan angka terendahnya sejak awal pandemi Covid-19 . Angka ini turun dari di atas 6 juta pada bulan April lalu menjadi 860 Ribu pada minggu lalu. Ini menandakan penambahan pengangguran yang semakin sedikit, meskipun kondisinya belum sebaik sebelum wabah Covid-19.
Kedua, Bank Sentral Amerika melalui rapat-nya minggu lalu mengumumkan bahwa mereka akan tetap menjaga suku bunga acuan tetap rendah hingga 2023 untuk memperbaiki angka pengangguran. Selain itu, pembelian aset di pasar keuangan oleh The Fed masih berjalan seperti biasa. Ini menjadi salah satu penopang untuk indeks S&P 500 agar tidak jatuh lebih dalam.
Kapan Vaksin Siap?
Saat ini, vaksin memang menjadi satu – satunya harapan untuk memulai pemulihan. Namun, kapan waktunya siap digunakan secara komersial masih belum jelas, karena memang belum ada yang benar – benar lulus semua tahap ujicoba.
Amerika Serikat yang memiliki beberapa kandidat vaksin, diperkirakan oleh beberapa ahli kesehatannya bahwa mungkin vaksin tidak akan siap di akhir tahun ini. Mungkin baru akan tersedia untuk publik di akhir kuartal 2 atau 3 tahun 2021.
Di Indonesia sendiri, vaksin Sinovac yang berasal dari Cina masih dalam tahap uji coba , pengujian ini dilakukan bertahap hingga 1620 orang sampai bulan Desember 2020. Bila berhasil, maka BioFarma siap untuk memproduksi mulai Januari 2021.
Demi Rupiah, BI Jaga Suku Bunga
Bank Indonesia baru saja mengumumkan bahwa suku bunga acuan akan tetap di level 4%. Keputusan ini dibuat dengan beberapa pertimbangan seperti inflasi dan nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah beberapa saat yang lalu sempat bergejolak cukup besar alias tidak stabil. Hal inilah yang bisa membuat enggan para investor dari luar negeri untuk memegang rupiah dan berinvestasi di dalam negeri. Maka itu BI mempertahankan suku bunga acuan.
Namun, kedepannya BI masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga kembali bila diperlukan. Ini melihat masih adanya deflasi sebesar 0,05% pada bulan Agustus serta ekspektasi pertumbuhan GDP kuartal depan yang masih negatif.
Melihat ketidakpastian pada perekonomian domestik, investor bisa mencoba untuk membeli beberapa instrumen dalam mata uang US Dollar. Ini menjadi salah satu cara untuk mencegah pelemahan nilai uang yang dimiliki dalam bentuk Rupiah. Hal ini bisa didapat melalui reksadana dalam US Dollar yang produknya sudah tersedia di Bibit. Cek selengkapnya dengan klik tombol dibawah ya.