What Happened in 2024?
Market Indonesia pada tahun 2024 menghadapi berbagai dinamika. Tahun ini diawali dengan adanya pemilu di Indonesia. Sementara itu, market mengekspektasikan adanya penurunan suku bunga dari Bank Indonesia (BI) dan The Fed.
Namun, secara tidak terduga, The Fed malah memberi sinyal higher for longer, menunda rencana pemangkasan suku bunga. Di sisi lain, Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga sebesar +25 bps pada bulan April [baca juga: Hard to Do Market Timing: Belajar dari Prediksi Suku Bunga yang Tidak Tepat].
Keadaan berbalik pada bulan Juli, ketika narasi rate cut cycle kembali menguat seiring dengan data ketenagakerjaan AS yang melemah. Pasar pun mulai bersiap untuk menghadapi pemangkasan suku bunga yang akhirnya terealisasi pada bulan September. Tahun ini ditutup dengan pemilu AS yang dimenangkan oleh Trump.
Pergerakan Market Sepanjang 2024
Reflecting on Bond Performance in 2024
Secara year to date, kinerja obligasi meningkat, ditandai oleh peningkatan Indeks IBPA Total Return sebesar +4,5%.
Selama tahun berjalan, yield obligasi pemerintah sempat naik mencapai puncaknya pada periode Mei—Juni seiring berlanjutnya narasi higher for longer di AS. Setelah itu, yield mengalami penurunan drastis karena sentimen rate cut, sebelum kembali meningkat seiring kemenangan Trump pada pemilu AS [Baca juga: Is Trump Really Bad for Emerging Markets Like Indonesia?].
Market Changes has Driven Yield Volatility
Market Changes has Driven Reksa Dana Obligasi NAV Movement
Kilas balik, pemerintah juga menawarkan obligasi (Obligasi FR dan SBN Retail) dengan yield yang dapat dikunci dengan skema fixed rate dan floating with floor. Beberapa yield produk SBN jangka pendek dan menengah selama 2024 adalah sebagai berikut [Baca juga: Rapor Kinerja Obligasi Negara FR dan SBN Sepanjang 2024].
Short-Term Bond Yields in 2024
Reflecting on Equity Performance in 2024
IHSG menunjukkan performa year to date yang negatif, -0,5% year to date (16/12). Meskipun demikian, investasi dalam saham secara konsisten tetap berpotensi memberikan return yang menarik dalam jangka panjang. Simulasi di bawah menunjukkan potensi optimalisasi return melalui investasi di obligasi dan saham.
Simulasi Investasi di Obligasi vs Investasi di Saham dan Obligasi
Asumsi yang Digunakan:
Total dana yang diinvestasikan adalah 10 juta rupiah per bulan.
Dana diinvestasikan setiap awal bulan pada Reksa Dana ABF Indonesia Bond Index Fund dan saham Tempo Scan Pacific ($TSPC).
Total portfolio dihitung berdasarkan NAV dan harga saham per 17 Desember 2024.
*Disclaimer: Simulasi menggunakan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
What Have We Learned in 2024?
Lesson 1: Keep Investing and Don’t Time the Market
Investor tidak bisa menebak fluktuasi yang terjadi di pasar. Dengan berinvestasi secara konsisten, investor dapat meminimalisasi kerugian sambil memaksimalkan keuntungan dalam jangka panjang. Koreksi jangka pendek justru dapat menjadi peluang untuk membeli dengan harga lebih murah dan memaksimalkan potensi keuntungan jangka panjang.
Lesson 2: Manage Risks with Bonds
Investor dapat memanfaatkan produk seperti Obligasi FR dan SBN Retail dengan yield yang dapat dikunci atau floating with floor untuk mengelola risiko portofolio yang terjadi akibat volatilitas pasar.
Lesson 3: Optimize Returns with Stocks
Selain berinvestasi di obligasi, investor dapat mendiversifikasi portofolio dengan berinvestasi di saham untuk mengoptimalkan return.
Tahun 2024 memberikan banyak pelajaran berharga bagi market. Take these lessons with you and refine your strategy. Lanjutkan perjalanan investasimu di 2025!
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.