Pemerintah akan menaikkan alokasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel 2023 menjadi Rp130 triliun. Angka ini naik dari target 2022 yang hanya Rp100 triliun.
Mengutip berbagai sumber, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan mengatakan hal ini dilakukan untuk merespons tingginya minat masyarakat dalam berinvestasi SBN.
Pasalnya, sejumlah masyarakat tak berhasil investasi SBN ritel karena kehabisan kuota pada 2021 dan 2022 lalu. Pemerintah bahkan sempat menutup masa penawaran lebih awal karena kuota sudah habis.
Maka dari itu, keputusan pemerintah untuk menaikkan alokasi penerbitan SBN akan membuat peluang kamu untuk investasi SBN semakin besar.
Sementara, pemerintah juga akan membuat strategi baru berupa menerbitkan dua jenis SBN sekaligus dalam satu masa penawaran pada 2023.
Mengutip akun Instagram Deni bernama @kangdeni.ridwan, investor nantinya akan punya lebih banyak alternatif dalam membeli SBN ritel lewat aturan baru ini.
"Dalam satu masa penawaran akan ditawarkan dua jenis SBN ritel yang berbeda. Misalnya pada periode penawaran SBR yang reguler tenor 2 tahun akan ditawarkan SBR (Saving Bond Ritel) tenor lebih panjang dengan kupon/imbal hasil yang lebih maksimal," ungkap Deni dalam akun Instagram-nya.
SBR adalah Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah untuk individu Warga Negara Indonesia (WNI) dan merupakan alternatif investasi yang aman, mudah, terjangkau, dan menguntungkan.
Strategi baru ini berpotensi membuat jumlah investor lokal semakin bertambah ke depannya. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), porsi kepemilikan asing terhadap SBN sebesar 14,64% per 15 Desember 2022 atau turun drastis dari porsi penguasaan investor asing pada 2019 yang mencapai 38,57%.
Lalu, jumlah investor baru SBN tembus 131.194 investor atau 135,3% dari target 2022 yang hanya 97 ribu investor. Maklum, SBN merupakan instrumen investasi yang aman karena 100% dijamin negara.
Jika melihat data 2022, penjualan SBN selalu melampaui target awal masa penawaran karena tingginya minat investor.
Berikut rinciannya:
Kamu nggak perlu khawatir jika belum berhasil beli SBN tahun lalu. Pasalnya, pemerintah akan segera menerbitkan SBN ritel seri SBR012 bulan ini.
Selain SBN, kamu juga bisa investasi reksa dana di aplikasi Bibit untuk diversifikasi aset.
Ada tiga jenis reksa dana di Bibit, yakni Reksa Dana Pasar Uang (RDPU), Reksa Dana Obligasi (RDO), dan Reksa Dana Saham (RDS).
Apa saja perbedaan Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Obligasi, dan Reksa Dana Saham?
Reksa Dana Pasar Uang: jenis reksa dana yang paling minim risiko dibandingkan jenis reksa dana lain karena 100% asetnya ditempatkan di instrumen pasar uang, seperti deposito dan obligasi dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Produk ini cocok untuk investasi kurang dari 1 tahun atau investor dengan profil risiko konservatif.
Reksa Dana Obligasi: reksa dana yang menempatkan minimal 80% asetnya di surat utang (obligasi), baik obligasi pemerintah maupun korporasi. Produk ini cocok untuk jangka menengah atau 1-5 tahun atau investor dengan profil risiko moderat.
Reksa Dana Saham: reksa dana paling berisiko karena 80% aset ditempatkan di pasar saham yang pergerakannya cukup fluktuatif. Produk ini cocok untuk jangka panjang yakni lebih dari 5 tahun atau investor dengan profil risiko agresif.
Dari semuanya, Reksa Dana Pasar Uang memberikan return menarik dengan risiko paling rendah dibandingkan reksa dana lain. Jadi cocok untuk kamu yang ingin menabung dalam jangka pendek atau 1 tahun.
Namun, jika kamu punya tujuan keuangan lain, mulai dari DP rumah, dana pendidikan, atau naik haji, dengan jangka waktu menengah-panjang, maka kamu bisa pilih jenis reksa dana lain sesuai dengan jangka waktu investasi dan profil risiko, seperti Reksa Dana Obligasi dan Reksa Dana Saham di aplikasi Bibit.
Writer: Tim CRM