Pada pekan lalu, ada isu yang berpotensi menjadi katalis positif baik untuk perekonomian maupun untuk pasar keuangan. Ini tidak lain adalah disahkannya RUU Omnibus Law oleh DPR. RUU yang baru ini bertujuan untuk meningkatkan minat investor asing ke Indonesia. Namun disamping itu, ada juga aksi demo dari kalangan buruh yang menolak RUU tersebut karena ada yang merugikan kepentingan buruh. Bagaimana kondisi ini mempengaruhi pasar kedepannya? Simak ulasan lengkapnya di bawah.
Ketidakpastian Meningkat dari Amerika Serikat
Publik sempat dihebohkan dengan kabar Presiden Trump yang terjangkit Covid-19 pada Minggu lalu. Setelah kondisinya dikabarkan menurun sebelumnya, saat ini Trump sudah kembali bekerja lagi. Namun demikian, dari penampilannya di publik, beberapa ahli kesehatan menilai bahwa Trump belum benar – benar pulih.
Disamping itu, stimulus yang diberikan pemerintah Amerika untuk rakyatnya juga masih buntu. Presiden Trump telah menolak melanjutkan negosiasi dengan partai pesaingnya untuk memberikan stimulus sebesar 2,2 triliun. Stimulus yang belum pasti ini menambah ketidakpastian pasar keuangan global.
Hal ini sejalan dengan yang diberitahukan oleh gubernur Bank Sentral Amerika: Tidak adanya stimulus yang cukup akan memperpanjang kehancuran pada ekonomi, dan memperlambat pemulihan. Stimulus ini masih menjadi isu besar yang perlu diperhatikan investor bersama dengan pilpres di Amerika yang akan berlangsung pada bulan November nanti.
Demo Buruh di Tengah Pandemi
RUU ketenagakerjaan yang baru disahkan DPR bertujuan untuk memberikan keringanan pada bisnis, sehingga akan lebih banyak investor yang masuk ke Indonesia. Salah satu tujuannya adalah untuk membuka lapangan kerja yang luas agar pengangguran berkurang.
Namun, RUU tersebut dinilai mengurangi kesejahteraan buruh, contohnya seperti uang pesangon yang dikurangi. Hal ini membuat para buruh di Indonesia sempat melakukan demonstrasi pada minggu lalu.
Demonstrasi yang ada di tengah pandemi ini menjadi lebih mengkhawatirkan. Ada kerumunan orang saat demo ditakutkan akan meningkatkan infeksi Covid – 19 di Indonesia. Mengingat belum ada vaksin bisa digunakan, peningkatan kasus Covid baru tentu akan makin mengguncang ekonomi.
Kondisi Perbankan dalam Negeri Hadapi Resesi
Sebagai salah satu industri yang berperan dalam pertumbuhan perekonomian, perbankan menjadi penting untuk diperhatikan. Ekonomi yang melambat akibat pandemi, membuat banyak bank dalam negeri menurun keuntungannya akibat meningkatnya kredit macet. Tercatat bahwa NPL (Non Performing Loan) bank dalam negeri meningkat dari 2,55% pada Juli 2019 menjadi 3,2% pada Juli 2020.
Namun perlu dicatat juga kalau sebenarnya rasio kecukupan modal perbankan saat ini masih baik. Data dari OJK mencatat bahwa kecukupan modal bank masih berada di atas 20%, tepatnya ada di 22,55% pada Juni 2020. Ini berarti bank masih punya cukup modal untuk menghadapi resiko kehilangan dana akibat adanya kredit macet.
Perlu juga diperhatikan mengenai perkembangan ekonomi di tahun depan, apabila pemulihan masih berjalan lambat akibat Covid yang belum usai, tentu kondisi perbankan dikhawatirkan akan memburuk. Perbankan yang buruk berpotensi memperlambat kredit juga, sehingga membatasi pertumbuhan ekonomi.