Selama sepekan terakhir, baik pasar saham global maupun domestik menunjukan kenaikan yang cukup signifikan. IHSG naik sekitar 1.6% selama sepekan terakhir, dengan transaksi asing yang mencatatkan net buy lebih dari 4 Triliun. Hal ini tentu tidak lepas dari isu presiden Amerika yang baru dan keberhasilan vaksin.
Arah Kebijakan AS dengan Presiden Baru
Pemilu Amerika yang dimenangkan oleh Joe Biden membuat ekspektasi pasar berubah terhadap kebijakan Amerika. Biden diprediksi bersikap lebih stabil dalam membuat keputusan dibandingkan Trump yang sering berubah-ubah. Ini membuat kepastian yang lebih besar pada pasar.
Partai Demokrat yang mengusung Biden berencana memberikan stimulus lebih besar sebelumnya (hingga $2.2 Triliun USD) yang menjadi potensi positif untuk pasar di tahun depan. Namun, lancar tidaknya kebijakan juga tergantung kondisi kongres Amerika nanti. Kongres yang terpecah antara Demokrat & Republik bisa menghambat jalannya keputusan Presiden baru.
Dikutip dari CNBC, Biden juga bisa mengurangi ketegangan antara Amerika dengan beberapa negara yang disebabkan oleh kebijakan proteksionis dari Trump, termasuk soal hubungan dengan Cina yang memburuk beberapa tahun ini.
Apa Kabar dengan Asia
Meski kasus COVID-19 masih meluas di Eropa dan Amerika, negara asia seperti Cina, Taiwan, Korea, dan Jepang sudah cukup berhasil meredam penambahan kasus harian saat ini. Namun bila melihat index pasar saham asia, nampaknya tidak menunjukan performa yang lebih baik dibandingkan index pasar lainnya.
Terlihat pada gambar di bawah, kenaikan harga index saham pada hari Selasa, 10 November yang lalu. Setelah ada pengumuman keberhasilan vaksin Pfizer, index MSCI Asia Pacific menunjukan kenaikan yang paling rendah diantara yang lain. Dikutip dari Bloomberg, berita berhasilnya vaksin sudah tidak berpengaruh besar terhadap pasar saham di Asia, akibat berhasilnya penanganan kasus infeksi.
Namun, pasar Asia masih berpotensi memiliki peluang bertumbuh kedepannya. Ini didukung dari adanya perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership antara Cina dengan 14 negara Asia lain, yang bertujuan meningkatkan hubungan perdagangan.
Indonesia Menunggu Serapan Belanja Pemerintah
Salah satu hal yang bisa menopang ekonomi dari kejatuhan lebih dalam adalah belanja pemerintah. Hingga akhir kuartal 3 - 2020, masih ada APBD yang belum dibelanjakan sebesar 575,4 Triliun dari total 1080,71 Triliun. Sedangkan APBN masih tersisa 770 Triliun. Artinya total yang bisa dibelanjakan masih lebih dari 1,200 triliun.
Ini nampak bagus, tapi sangat bergantung pada kecepatan belanja dari kementrian dan kepala daerah. Melihat realisasi APBD hingga kuartal 3, per kuartalnya dibelanjakan sekitar 191.8 Triliun. Dengan sisa APBD hingga 400 triliun lebih hingga tutup tahun, artinya belanja daerah bisa dikatakan lambat selama ini. Hal ini menjadi hambatan tersendiri untuk pemulihan ekonomi.
Namun kabar baiknya, investor tampak masih percaya dengan kondisi perekonomian Indonesia ke depan. Berdasarkan data transaksi Obligasi tahun ini yang menembus 40 Triliun, lebih besar dari target BEI (Bursa Efek Indonesia) sebesar 33 Triliun. Dengan perekonomian yang berpotensi pulih tahun depan, pasar obligasi diprediksi masih akan menarik.