Weekly Newsletter 30 November 2020: Pelaku Pasar Tambah Positif, Perlukah Tetap Waspada?

shutterstock_551104375.jpg

Kenaikan pasar modal dalam seminggu terakhir menunjukan optimisme para investor menyikapi perkembangan isu global. Ini didukung dari politik Amerika yang sempat tidak pasti sudah mulai menunjukan angin segar dengan mulai berjalannya transisi ke presiden yang baru. Stimulus juga masih berlangsung dan berpotensi akan ditambah kembali. Namun, apakah itu semua cukup mencegah pasar dari kejatuhan lagi?

Ketegangan Pasar Berkurang, didukung Kondisi Amerika

  • Setelah ada penolakan dari Presiden Trump mengakui Biden sebagai pemenang pemilu Amerika beberapa minggu, akhirnya minggu kemarin, General Service Administration (GSA) mulai membuka untuk transisi pergantian administrasi ke presiden yang baru. Ini menjadi tanda bahwa ketegangan sedikit mereda dan memuluskan Biden untuk menjadi Presiden yang baru.

  • Selain itu, angin segar lain juga berasal dari pemilihan Janet Yellen oleh Biden sebagai Menteri keuangan AS yang baru nantinya. Yellen diprediksi mampu bekerjasama lebih baik dengan bank sentral AS (Federal Reserve) untuk menyusun kebijakan moneter untuk pemulihan ekonomi dibandingkan Menteri keuangan saat ini. Kebijakan soal stimulus juga berpotensi lebih mulus nantinya.

  • Berita baik yang datang dari pemerintahan AS bukannya tanpa hambatan. Hal ini mengingat masih menantangnya pemulihan ekonomi akibat Covid – 19 kedepannya. Menurut Bloomberg, data kepercayaan konsumen di Amerika turun pada bulan November dan merupakan yang terendah dalam 3 bulan terakhir. Artinya, ketidakpastian masih besar dalam beberapa bulan kedepan.

Stimulus Moneter Tidak Bisa Ada Selamanya

  • Stimulus moneter yang terus dikeluarkan oleh berbagai bank sentral di banyak negara tidak bisa berlangsung selamanya. Inilah yang dikatakan oleh Ravi Menon, managing director dari otoritas moneter Singapura. Terlebih, stimulus besar ini nantinya akan menciptakan tumpukan hutang berlebih yang juga membebani di jangka panjang.

  • Stimulus juga bukannya tanpa tantangan. Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia sudah menurunkan suku acuannya sebesar 0.25% agar kredit lebih murah. Namun bank – bank sendiri membutuhkan waktu untuk menurunkan suku bunga kreditnya. Menurut CNBC, saat ini saja suku bunga kredit masih di level 9 – 10%, 3 kali lipat dari suku bunga tabungan.

  • Stimulus memang baik, tapi terlalu banyak juga bisa jadi masalah. Inilah yang perlu diwaspadai oleh pelaku pasar dalam jangka panjang.

Tingginya Kasus Covid Bikin Liburan dipotong

  • Kasus covid di Indonesia tampaknya masih dalam tren yang meningkat terus. Per akhir minggu kemarin, tambahan kasus harian sudah mencapai hampir 6 ribu orang. Angka ini adalah yang terbanyak sejak awal adanya covid – 19.

  • Melihat kasus yang terus bertambah, Presiden mengeluarkan kebijakan untuk memotong libur akhir tahun. Tujuannya adalah untuk mencegah orang bepergian, sehingga mengurangi jumlah penularan yang baru.

  • Bertambahnya kasus juga semakin mengancam perbaikan ekonomi, terutama pada pendapatan masyarakat. Menurut Kontan, jumlah penduduk miskin diperkirakan akan naik jadi 10,5% dari total penduduk Indonesia di tahun 2021, dari sekitar 9% di 2020. Ini menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi kedepannya.

Perlu diingat, bahwa optimisme di pasar bisa saja hanya didukung sentimen positif yang sementara. Investor tetap perlu berhati – hati mengingat kondisi ekonomi nyata saat ini yang belum sebagus ekspektasi pelaku pasar. Sentimen baik bisa saja berubah jadi buruk dalam waktu cepat.