Pada pekan lalu, baik pasar global maupun pasar domestik mengalami kejatuhan yang cukup signifikan. Tidak sedikit investor yang kebingungan, apakah ini adalah awal dari market crash yang kedua kalinya. Sebelum terlalu panik, sebaiknya baca dulu penyebabnya, baru membuat keputusan investasi selanjutnya.
Penurunan Pasar yang dimulai dari Bursa Amerika
Awalnya, penurunan pasar secara global dipicu dari turunnya index S&P 500 sekitar 7% sejak 3 September lalu. Hal ini disebabkan oleh turunnya saham perusahaan teknologi besar seperti Apple, Microsoft, Amazon & Google, Facebook & Tesla. Kebanyakan saham teknologi tersebut memang sudah naik sangat tinggi, bahkan melampaui harga tertingginya sebelum kejatuhan pasar di bulan Maret lalu. Jadi penurunan ini adalah hal yang wajar.
Selain itu, kapitalisasi pasar dari saham perusahaan teknologi besar tersebut mencakup hampir 25% dari total index S&P 500. Maka tidak heran jika pengaruh pergerakan harganya sangat signifikan mempengaruhi pergerakan index S&P 500.
Penurunan ini juga berimbas pada pasar di negara berkembang yang ditunjukkan dari turunnya Index MSCI Emerging Markets. Berdasarkan Bloomberg, Index MSCI sudah sempat turun 6 hari berturut – turut sejak awal September ini. Maka itu, bursa Indonesia juga tidak luput dari penurunan selama 1 minggu yang lalu.
Perlambatan Vaksin & Keterbatasan Penanganan Wabah
Saat ini, banyak negara masih berjuang untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Namun, kapasitas penanganan wabah berbeda antara antara negara maju dan negara berkembang. Negara berkembang memiliki fasilitas yang lebih terbatas daripada negara maju, sehingga mengalami tantangan yang lebih besar.
Perbedaan kondisi antara negara maju dan berkembang bisa dilihat pada grafik yang diambil dari Bloomberg di bawah. Terlihat bahwa indeks pasar di negara berkembang pulih lebih lambat dibandingkan indeks di negara maju.
Ada juga kabar mengenai vaksin yang bisa menekan pemulihan pasar dan perekonomian riil. Belum lama, diumumkan bahwa vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca bersama Oxford University sempat dihentikan uji cobanya dikarenakan adanya peserta uji coba yang sakit setelah menerima vaksin tersebut. Hal ini menandakan bahwa penemuan vaksin bukanlah hal mudah.
PSBB Lanjutan Ibukota Menekan Pasar Domestik
Selain guncangan pasar dari luar negeri, diberlakukannya kembali PSBB di Jakarta menjadi sentimen yang sempat menekan pasar. Hal ini menciptakan kepanikan pasar dan membuat IHSG jatuh drastis pada minggu lalu.
PSBB ini dilakukan oleh Gubernur Jakarta mengingat bertambahnya terus kasus Covid – 19 dan kapasitas ruang isolasi rumah sakit di Jakarta yang tersisa 23% saja. Namun, efek sampingnya adalah perekonomian yang akan terhenti kembali, sehingga semakin jauh dari pemulihan total.
Banyak daerah lain dengan jumlah kasus yang juga meningkat, tapi tidak semua daerah akan menerapkan kebijakan PSBB total seperti Jakarta. Presiden Jokowi sendiri menyarankan bahwa pembatasan cukup di skala mikro saja, sehingga aktivitas perekonomian bisa tetap berjalan.
Isu yang membuat kepanikan pasar bisa muncul kapanpun tanpa diprediksi. Tentu ini bisa membuat nilai investasi menjadi naik atau turun. Namun, selama kita sudah memiliki portofolio investasi sesuai profil risiko dan punya target jangka waktunya, maka penurunan nilai masih dapat ditoleransi. Bahkan, pasar yang turun bisa menjadi kesempatan untuk menambah investasi lagi agar kita mendapatkan harga yang murah.