Prospek Investasi Ciamik, Ekonomi RI Juara di G20

Ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di antara negara G20 lain hingga kuartal III 2022. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi RI tembus 5,72% YoY per kuartal III 2022 atau menjadi yang tertinggi dalam 1,5 tahun terakhir. Bahkan, realisasi itu juga jauh lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang hanya 5,44% YoY. 

Data ini menandakan bahwa ekonomi RI tetap kuat di tengah isu resesi global 2023. Berbeda dengan beberapa negara G20 lain yang perekonomiannya mulai melambat. 

Lihat saja, Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia hanya tumbuh 1,8% pada kuartal III 2022. Begitu juga dengan China yang hanya tumbuh 3,9% YoY per kuartal III 2022. 

Berikut data pertumbuhan ekonomi negara G20 periode kuartal III 2022:

(Sumber tradingeconomics.com, beberapa negara belum merilis inflasi per Oktober 2022)

Tak hanya itu, tingkat inflasi RI juga terbilang stabil dibandingkan beberapa negara G20 lain. Inflasi RI tercatat 5,71%YoY per Oktober 2022. Memang angka ini berada di atas standar inflasi BI, yakni 2%-4%. 

Namun, jika dilihat dari segi inflasi inti sebesar 3,31% per Oktober 2022 maka boleh dibilang pemerintah masih mampu untuk mengendalikan laju kenaikan harga.

Tak hanya itu, angka inflasi Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara G20 lain yang sudah tembus dua digit.

(Sumber tradingeconomics.com, beberapa negara belum merilis inflasi per Oktober 2022)

Tahun ini, Indonesia dipercaya memegang Presidensi G20 untuk pertama kalinya. Kesempatan emas ini tentu menjadi ajang bagi Tanah Air untuk menunjukkan segala keunggulan yang dimiliki.

Selama rangkaian KTT G20 yang dimulai sejak 10 November 2022, Indonesia mendapatkan banyak oleh-oleh berupa investasi dari sejumlah negara hingga puluhan miliar. Berikut sejumlah kesepakatan bisnis yang berhasil terjalin dengan sejumlah negara G20.

Jika dilihat, beberapa kesepakatan bisnis ini didominasi pengembangan infrastruktur untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan target pemerintah dalam menurunkan emisi maupun Net Zero Emission (netralitas karbon) pada 2060.

Kerja sama ini akan memberikan dampak positif bagi Indonesia. Pasalnya, lapangan pekerjaan berpotensi akan bertambah, sehingga penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat. Alhasil, kesejahteraan masyarakat juga ikut meningkat dan pertumbuhan ekonomi RI berpotensi semakin melesat. 

Kekuatan ekonomi RI berhasil membuat investor  asing melirik peluang investasi di berbagai bidang. Kamu pun jangan sampai melewatkan momentum ini dengan menambah investasi, salah satunya di Reksa Dana Obligasi (RDO).

Kenapa? Karena RDO adalah reksa dana yang menginvestasikan 80% dana di surat utang (obligasi) negara atau korporasi dan sisanya 20% di produk pasar uang. Dengan demikian, meski pergerakan RDO memang nggak selalu berjalan mulus dalam jangka pendek, tetapi tetap akan tumbuh jika investasinya dilakukan dalam jangka panjang.

Lantas, kondisi apa yang bisa mempengaruhi pergerakan Reksa Dana Obligasi?

Reksa Dana Obligasi sangat terpengaruh dengan kondisi makro ekonomi, baik global maupun domestik. Inflasi salah satunya. 

Berkaca pada kondisi sekarang. Inflasi di Amerika Serikat (AS) 7,7% YoY pada Oktober 2022 atau melandai dibandingkan bulan sebelumnya yang tembus 8,2% YoY.

Situasi ini membuat pasar berekspektasi The Fed, bank sentral AS, tak akan terlalu agresif lagi mengerek suku bunga acuan karena inflasi mulai melandai. Dengan demikian, ada potensi dolar AS juga akan melandai, sehingga rupiah menguat. 

Ketika rupiah menguat, biasanya harga obligasi cenderung naik dan yield (imbal hasil) obligasi melemah. Hal ini akan membuat pergerakan Reksa Dana Obligasi meningkat.

Sebaliknya, saat rupiah melemah karena dolar AS menguat, maka harga obligasi akan melemah dan yield obligasi meningkat. Situasi ini akan membuat pergerakan Reksa Dana Obligasi melemah. 

Berikut gambaran jika kamu berinvestasi jangka panjang di salah satu produk Reksa Dana Obligasi di Bibit 'RDO Manulife Obligasi Unggulan Kelas A'

Tabel di atas menggambarkan pergerakan Reksa Dana Obligasi turun dalam tiga bulan terakhir. Namun, ada kenaikan hingga puluhan persen jika berinvestasi dalam lima tahun. 

Selain itu, return dari Reksa Dana Obligasi juga cenderung lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jadi, kamu nggak perlu khawatir investasimu tergerus oleh inflasi. 

Apalagi kalau kamu konsisten menerapkan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) alias nabung rutin, maka kamu akan tetap memperoleh return dalam jangka panjang. Stay investing!