Bibit Monthly Update: Dinamika Trade War hingga Trading Halt

Dinamika Trade War Berlanjut

  • Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu (2/4), mengumumkan tarif balasan/resiprokal (reciprocal tariff) sebagai berikut:

    • Tarif resiprokal besaran minimum 10% untuk seluruh impor ke AS mulai 5 April 2025.

    • Tarif resiprokal yang lebih tinggi kepada 57 negara yang merupakan sumber defisit perdagangan AS per 9 April 2025.

  • Pengumuman ini menimbulkan anjloknya berbagai pasar saham. Pada periode 2–7 April 2025, bursa AS anjlok diikuti bursa di Asia, dengan S&P 500 -10,7%, Nasdaq -11,4%, EIDO -7,2%, Nikkei 225 -12,8%, SSE -7,6%, dan HSI -14,5%.

  • Sebagai respons, sejumlah negara memilih untuk mengumumkan tarif balasan, seperti China dan Uni Eropa. Sementara itu, sejumlah negara lain menempuh jalur negosiasi, seperti Indonesia, Vietnam, dan Malaysia.

  • Terbaru, Trump pada Rabu (9/4) memutuskan untuk menghentikan sementara tarif resiprokal yang lebih tinggi selama 90 hari, sementara tarif resiprokal dasar 10% tetap berlaku. Meski demikian, total tarif untuk China dinaikkan dari 104% menjadi 125%, sebagai bentuk balasan terhadap China yang meningkatkan tarif AS dari 34% menjadi 84%.

Probabilitas Rate Cut AS Naik, Susul Proyeksi Perlambatan Ekonomi

  • The Fed menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari 2,1% menjadi 1,7% dan meningkatkan proyeksi inflasi AS dari 2,5% menjadi 2,7%

  • Menyusul keterbaruan tersebut, probabilitas pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps hingga akhir 2025 oleh CME FedWatch Tool naik ke level 76,4% per Rabu (9/4), meningkat dibandingkan sebulan lalu (7/3) di level 27,6%.

Trading Halt, Perubahan Aturan Bursa dan Emiten, hingga Volatilitas Rupiah

  • Pada Rabu (19/3), OJK mengumumkan bahwa emiten dapat melakukan buyback tanpa memerlukan persetujuan RUPS yang berlaku selama 6 bulan sejak 18 Maret 2025. Aturan ini muncul setelah BEI menerapkan trading halt selama 30 menit menjelang akhir sesi 1 pada hari Selasa (18/3), setelah IHSG anjlok lebih dari -5%, pertama kalinya sejak akhir 2020. 

  • BEI pada Selasa (8/4) mengumumkan perubahan batas maksimum auto rejection bawah menjadi -15% bagi saham papan utama, papan pengembangan, papan ekonomi baru, exchange–traded fund (ETF) dan dana investasi real estate (DIRE). 

  • Selain itu, BEI juga mengubah ambang batas pengaktifan trading halt menjadi -8% untuk penghentian selama 30 menit, -15% untuk penghentian lanjutan selama 30 menit, dan -20% untuk penghentian sampai akhir sesi perdagangan atau lebih.

  • Pada hari yang sama, BEI kembali menerapkan trading halt selama 30 menit pada pembukaan sesi 1, setelah IHSG anjlok lebih dari -9%

  • Kurs rupiah terhadap dolar AS turun -0,5% ke level 16.957 pada perdagangan intraday Rabu (9/4), menandai rekor terlemah. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengatakan bahwa melemahnya mata uang regional dipicu oleh eskalasi perang dagang global.

What’s The Impact?

  • Ekspektasi pertumbuhan AS yang lebih lambat membuka kesempatan bagi AS  untuk melakukan pemangkasan suku bunga. Namun, kekhawatiran inflasi yang lebih tinggi oleh The Fed dapat menunda pemangkasan suku bunga AS.

  • Probabilitas pemangkasan yang lebih tinggi dapat memberikan BI ruang lebih luas untuk memangkas BI Rate. Namun, volatilitas rupiah pasti akan menjadi perhatian BI.

  • Konsensus Bloomberg per Rabu (9/4) masih memperkirakan BI Rate akan turun 50 bps lagi ke level 5,25% hingga akhir 2025.  

Strategi Investasi Saat Pasar Volatil: Stay Invested, Manage Risks

Beberapa aset investasi akan terkena dampak lebih besar daripada aset lainnya:

  • Saham & Reksa Dana Saham: Dalam jangka pendek, IHSG akan melihat sentimen negatif. Tarif resiprokal, potensi pelemahan pertumbuhan global, dan permintaan AS yang rendah dapat menekan perusahaan yang bergantung pada ekspor, seperti manufaktur dan komoditas. Adapun dalam jangka menengah, Indonesia memiliki peluang untuk merebut pangsa pasar ekspor.

  • SBN, Obligasi FR, dan Reksa Dana Obligasi: Yield obligasi jangka pendek AS (<1 tahun) sempat turun dari >4% menjadi ~3,8%. Namun, yield obligasi jangka panjang (10Y) AS volatil dan mengalami kenaikan ke 4,5%. Volatilitas ini kembali menekankan obligasi jangka pendek dengan risiko fluktuasi lebih rendah dapat dipertimbangkan untuk investor yang mencari stabilitas, seperti Obligasi FR PBS032 dan ST014-T2.

  • Reksa Dana Pasar Uang: Aset ini tetap bisa pilihan aset rendah risiko untuk stabilitas dan likuiditas jangka pendek, dengan imbal hasil lebih tinggi dan pajak yang lebih rendah dibandingkan deposito bank.  

Staying invested akan membantu kamu melewati volatilitas pasar.  Berikut beberapa tips untuk menghadapi periode ini:

  • Fokus pada tujuan keuangan: Jika tujuan kamu masih bertahun-tahun ke depan, maka perlu diingat bahwa koreksi pada market bersifat sementara. Tetap fokus pada tujuan jangka panjang.  

  • Atur alokasi portofolio: Atur portofolio dan sesuaikan dengan profil risiko kamu. Jika kamu terganggu oleh volatilitas pasar, pastikan alokasi portofolio lebih besar pada aset stabil, seperti Reksa Dana Pasar Uang dan obligasi pemerintah jangka pendek.  

  • Hindari keputusan emosional: Hindari panic sell saat market terkoreksi. Mungkin menjual aset dapat meningkatkan rasa aman, tetapi meningkatkan kemungkinan kamu melewati rebound.

  • Cari peluang investasi: Jika kamu memiliki idle money, penurunan pasar bisa jadi peluang untuk membeli aset berkualitas yang terdiskon. Atur SIP (Systematic Investment Plan) agar terhindar dari emotional investing dan market timing.  

Top Products di Bibit


Data Reksa Dana per 9 April 2025

Obligasi FR per 9 April 2025 pada jam market 10.30-14.00 WIB

Total return BBCA dan BMRI per 9 April 2025, memperhitungkan price return dan dividend.

Disclaimer: reksa dana dan saham berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja masa depan.

Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.


Market Update

Secara bulanan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik +3,83% MoM dengan outflow dana asing mencapai Rp8,2 triliun.

Sementara itu, Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia (IBPA Total Return) tercatat turun -0,20% MoM meski disertai inflow dana asing sebesar Rp1,9 triliun.

Pada Maret 2025:

  • 10-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 7,00% (+9 bps MoM).

  • 5-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 6,76% (+1 bps MoM).

  • 1-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 6,63% (+10 bps MoM).

Rata-rata bunga deposito perbankan Indonesia (TD Rate 12M) berada di level 4,09% (+1 bps MoM).

  • IHSG ditutup di level 6.510 pada Maret 2025, naik +3,83% MoM dan turun -11% YoY.

  • Sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi adalah IDXTECH (+21% MoM), sedangkan yang mengalami penurunan terdalam adalah IDXCYC (-7% MoM).

  • Di level ini, IHSG memiliki Forward P/E Ratio sebesar 11,1x.