Market Summary
Tren Penguatan Rupiah — Sejumlah analis memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat ke bawah level 16.000, didorong oleh ekspektasi pengelolaan fiskal yang lebih prudent dan pelemahan dolar AS.
BI Pangkas Suku Bunga — BI pangkas suku bunga sebesar -25 bps untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Narasi Pasar Terus Berubah — Trump menunda penerapan tarif sebesar 50% terhadap Uni Eropa, hanya berselang dua hari setelah rencana tersebut pertama kali diumumkan. Dalam kondisi pasar yang dinamis, penting bagi investor untuk staying invested dan melakukan dollar cost averaging (DCA).
Rupiah Menguat, Diproyeksikan Tembus ke Bawah 16.000
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menguat +3,8% per Jumat (23/5) dari level terendahnya di 16.870 (24/4).
Sejumlah analis memperkirakan tren penguatan rupiah akan terus berlanjut:
Realisasi dan ekspektasi penguatan rupiah utamanya didukung oleh faktor eksternal:
Sentimen de-eskalasi perang dagang antara AS dan China.
Pelemahan dolar AS karena kondisi utang—ini kembali menjadi sorotan seiring lolosnya RUU pajak dan belanja kabinet Presiden AS, yang akan menambah utang pemerintah sebesar ~3,8 triliun dolar AS dalam 1 dekade ke depan.
DXY Index—indeks yang mengukur nilai relatif dolar AS terhadap enam mata uang utama dari negara-negara maju—telah melemah -8,4% YtD (Year-to-Date) ke level 99,36 pada Jumat (23/5).
Selain itu, juga terdapat sejumlah faktor pendukung internal:
Kabar surplus APBN pada 4M25 setelah mengalami defisit pada 1Q25.
Ekspektasi pengelolaan fiskal Indonesia yang lebih prudent.
BI Pangkas Suku Bunga dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Bank Indonesia (BI) pada Rabu (21/5) memangkas suku bunga BI Rate sebesar -25 bps menjadi 5,5%, sejalan dengan ekspektasi konsensus.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa langkah ini diambil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang mulai melambat.
BI juga menurunkan target pertumbuhan ekonomi selama 2025 dari +4,7–5,5% menjadi +4,6–5,4%, menandai downgrade target kedua tahun ini.
Sementara itu, BI mengekspektasikan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar -50 bps hingga akhir 2025, sejalan dengan ekspektasi konsensus, di tengah prospek inflasi yang lebih rendah akibat de–eskalasi perang dagang.
Trade War Update: Narasi Terus Berubah
Presiden AS, Donald Trump, mengatakan pada Minggu (25/5) bahwa AS akan menunda penerapan tarif 50% untuk Uni Eropa dari 1 Juni 2025 menjadi 9 Juli 2025, untuk memberi waktu negosiasi dengan blok tersebut.
Penundaan ini hanya berselang 2 hari setelah Trump pada Jumat (23/5) mengancam akan mengenakan tarif sebesar 50% pada semua impor dari Uni Eropa, akibat kurangnya kemajuan dalam negosiasi perdagangan dengan blok tersebut.
Secara terpisah, Bloomberg juga melaporkan bahwa pejabat AS dan China telah melakukan perundingan dagang, meski belum ada rincian terkait perundingan tersebut.
Key Takeaways
Pasar modal Indonesia berpotensi memperoleh sentimen positif dari penguatan nilai tukar rupiah dan pemangkasan suku bunga. Salah satu indikasinya adalah data net foreign inflow di IHSG dan pasar obligasi yang masing-masing tercatat sebesar Rp2,8 triliun dan Rp10,7 triliun sepekan terakhir. Hasil tersebut membuat MtD (Month-to-Date) net foreign inflow di IHSG mencapai Rp5 triliun per 23 Mei, yang berpeluang mengakhiri tren net foreign outflow yang terjadi selama 7 bulan terakhir. Konsensus saat ini mengekspektasikan BI akan memangkas BI Rate sebanyak -25 bps lagi hingga akhir 2025, berdasarkan survei dari Bloomberg dan Reuters.
Namun, investor juga perlu menyadari bahwa ketidakpastian akan selalu ada, mengingat narasi dan sentimen yang mudah berubah. Hal ini tercermin dari kebijakan Trump untuk menunda penerapan tarif terhadap Uni Eropa, meski ia baru mengumumkannya dua hari sebelum itu.
Perkembangan pasar sangat dinamis, sehingga sulit bagi investor untuk mengetahui kapan waktu yang ideal untuk bersikap optimis. Untuk itu, penting bagi investor untuk melakukan dollar cost averaging (DCA) atau investasi rutin, serta staying invested. Kedua strategi ini akan membantu investor menghindari pengambilan keputusan secara emosional di tengah volatilitas pasar.
Selain itu, pastikan bahwa alokasi portofolio sudah sesuai dengan profil risiko yang dimiliki. Investor yang cenderung risk averse dapat mempertimbangkan 1) SR022 yang sedang dalam masa penawaran (s/d 18 Juni 2025) dengan yield yang dapat dikunci hingga jatuh tempo, 2) Reksa Dana Obligasi yang umumnya diuntungkan dalam siklus pemangkasan suku bunga, 3) serta Reksa Dana Pasar Uang.
Simulasi Passive Income Bulanan dari SR022
Top Reksa Dana di Bibit
*Data return reksa dana per 23 Mei 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
Reksa Dana Obligasi
ABF Indonesia Bond Index Fund: Return +40,5% 5 tahun terakhir
Bahana Pendapatan Tetap Makara Prima Kelas G: Return +29,6% 5 tahun terakhir
Manulife Obligasi Unggulan Kelas A: Return +27,8% 5 tahun terakhir
Reksa Dana Pasar Uang
BRI Seruni Pasar Uang III: Return +5,61% setahun terakhir
TRIM Kas 2 Kelas A: Return +5,52% setahun terakhir
Sucorinvest Sharia Money Market Fund: Return +5,48% setahun terakhir
IHSG MtD: Net Foreign Inflow Rp5 Triliun, Berpotensi Akhiri Tren Net Outflow Selama 7 Bulan Terakhir
Sumber: Bloomberg per 23 Mei 2025, kecuali Foreign Flow Obligasi per 22 Mei 2025
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.
In Case You Missed it
Howard Marks: High Risk Doesn't Guarantee Higher Returns
Istilah ‘high risk, high return’ tidak sesederhana itu.
Simulasi Alokasi Portofolio ala Ray Dalio dengan Aset Investasi di Indonesia
Apa alokasi portofolio yang tahan banting di segala kondisi ekonomi dan terbukti berkinerja lebih baik dibandingkan IHSG dalam 5 tahun terakhir?
IHSG: Rebound +19% from Bottom, Foreign Kembali Masuk
Katalisnya meliputi de-eskalasi perang dagang antara AS dan China, peningkatan porsi saham BPJS-TK, Danantara sebagai liquidity provider, hingga aksi buyback dari sejumlah emiten dan pengendali.
Other Article
BBCA Bank Only 4M25: Laba Bersih +17% YoY, Didorong Pendapatan Dividen
NIM masih terjaga dan sejalan dengan guidance di tengah ketatnya likuiditas perbankan. Namun, CoC yang lebih tinggi dibandingkan guidance menjadi hal yang perlu diperhatikan.