Cash is Short-Term Safe
Mungkin banyak dari kita yang berpikir bahwa memegang cash adalah pilihan terbaik. Selain karena likuiditasnya yang tinggi alias mudah dicairkan, cash seperti tabungan bank, deposito, atau bahkan Reksa Dana Pasar Uang cenderung memiliki risiko yang jauh lebih rendah jika dibandingkan obligasi maupun saham.
Tidak heran pada akhirnya banyak orang terlanjur nyaman menyimpan asetnya dalam bentuk cash dan tidak tertarik untuk melihat dan mencoba instrumen investasi lain. Padahal, memegang cash dalam jangka waktu panjang justru malah bisa merugikan lho. Kok bisa?
Cash is Long-Term Risky
Karena, jika kamu menyimpan cash untuk jangka panjang maka nilainya akan tetap sama atau cenderung lebih lambat bertumbuh. Padahal, kita tahu bahwa harga barang dan jasa terus naik setiap tahunnya akibat inflasi.
Inflasi membuat nilai uang saat ini dengan beberapa tahun mendatang tidak akan sama lagi. Let’s see, dengan Rp 500 ribu saat ini bisa mencukupi kebutuhan belanja satu minggu. Namun, di masa mendatang uang tersebut kemungkinan nggak akan cukup lagi, karena naiknya harga-harga.
Terus Harus Gimana?
Setelah mengetahui bahwa memegang cash dalam jangka panjang sangat berisiko tergerus inflasi, apa yang bisa kita lakukan?
1. Pegang cash hanya untuk tujuan keuangan tertentu dan pegang secukupnya
Misalnya jika kita memiliki tujuan keuangan yang ingin dicapai dalam waktu singkat (1-2 tahun) seperti Dana Menikah atau Dana Liburan, cash mungkin tetap menjadi pilihan terbaik. Selain itu, tujuan keuangan seperti Dana Darurat juga sebaiknya tetap disimpan dalam bentuk cash yang notabene-nya memiliki likuiditas tinggi. Selebihnya, kita dapat memegang cash secukupnya untuk kebutuhan operasional sehari-hari.
2. Stay InvestedSetelah kita memiliki jumlah cash yang cukup, maka selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menginvestasikan kelebihan uang yang dimiliki. Salah satu cara terbaik untuk mengalahkan inflasi adalah dengan berinvestasi pada instrumen-instrumen yang memberikan potensi keuntungan di atas angka inflasi.
Seperti yang diilustrasikan dalam grafik, risiko untuk setiap kelas aset memiliki hubungan terbalik dengan jangka waktu investasi. Aset yang memiliki risiko lebih tinggi dalam jangka pendek (misalnya obligasi dan saham), justru dalam jangka panjang risikonya cenderung menjadi lebih rendah. Hal ini karena imbal hasilnya berpotensi mengalahkan inflasi.
Oleh karena itu, daripada hanya memegang cash, kita bisa mempertimbangkan untuk berinvestasi di instrumen yang menempatkan asetnya di obligasi atau saham, seperti Reksa Dana Obligasi (RDO) dan Reksa Dana Saham (RDS).
Di bawah ini adalah perkembangan dana kita jika berinvestasi di RDO atau RDS.
Jangan lupa juga ketika berinvestasi di RDO atau RDS sesuaikan dengan profil risiko kalian dan tujuan keuangan kalian. Pada umumnya berinvestasi di RDO membutuhkan jangka waktu 3-5 tahun dan di RDS lebih dari 5 tahun.
Kesimpulan
Cash is short term safe karena memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada instrumen lainnya seperti obligasi dan saham. Tapi perlu diingat bahwa cash is long term risky karena nilai uangnya yang tidak berkembang dalam jangka panjang.
Oleh karena itu untuk tujuan jangka panjang, jangan lupa untuk melakukan diversifikasi investasi ke instrumen yang dapat memberikan keuntungan di atas inflasi, misalnya di instrumen RDO atau RDS.
Writer: Tim Edukasi