Bank Indonesia Tahan Suku Bunga
Bank Indonesia pada Rabu (19/2) memutuskan untuk menahan suku bunga BI Rate di level 5,75%, sejalan dengan ekspektasi konsensus.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan upaya untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, menjaga inflasi tetap terkendali, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia juga meningkatkan insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) dari sebelumnya maksimum 4% dari DPK menjadi maksimum 5% dari DPK.
Konsensus Ekspektasi Tren Suku Bunga Menurun
Perry menyebutkan pihaknya melihat masih ada ruang penurunan BI Rate lebih lanjut, utamanya karena inflasi yang rendah dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Adapun timing pemangkasan BI Rate selanjutnya akan bergantung pada dinamika global.
Senada dengan Perry, Bloomberg mengekspektasikan BI Rate masih akan turun 50 bps lagi ke level 5,25% hingga akhir 2025, per Senin (24/2).
Di sisi lain, Bank Indonesia mempertahankan ekspektasi pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps selama 2025, sama seperti ekspektasi pada bulan lalu.
Sementara itu, pasar mengekspektasikan FFR akan turun 50 bps lagi hingga akhir 2025, berdasarkan analisis CME FedWatch Tool per Senin (24/2).
Perkembangan Rilis Laporan Keuangan FY24
Di pasar saham, market sedang menantikan hasil kinerja keuangan perusahaan pada FY24. Berikut adalah performa laba bersih FY24 dari beberapa emiten yang telah merilis laporan keuangannya minggu lalu: $BNGA (FY24: +5,4% YoY, 4Q24: +7,6% YoY), $ARNA (FY24: -4% YoY, 4Q24: +19% YoY).
Key Takeaways
Ketidakpastian dalam narasi pemangkasan suku bunga dan kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi memperpanjang volatilitas di pasar modal Indonesia. Untuk itu, investor dapat mempertimbangkan Obligasi FR jangka pendek yang masih menawarkan risk-reward yang menarik. Kunci kepastian return hingga jatuh tempo dengan Obligasi PBS032 (tenor 1,5 tahun) dan Obligasi PBS003 (tenor 2 tahun).
Data yield per 24 Februari 2025 pada jam market 10.30 - 14.00 WIB
Narasi ekspektasi suku bunga dan kebijakan ekonomi global yang terus berubah juga terus membuktikan bahwa market timing sulit dilakukan. Oleh karena itu, kami menyarankan investor untuk menerapkan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) melalui fitur Systematic Investment Plan (SIP) di Bibit:
Reksa Dana Obligasi yang secara historis terbukti memberikan return yang baik dalam jangka panjang.
Reksa Dana Pasar Uang yang return-nya naik secara stabil dengan volatilitas dan risiko minimal. Instrumen ini tepat bagi investor yang ingin berinvestasi secara low risk dan low effort.
Berikut adalah top products Reksa Dana Obligasi dan Reksa Dana Pasar Uang dari Bibit:
Data return per 21 Februari 2025
Market Update
Sumber: Bloomberg per 21 Februari 2025, kecuali Foreign Flow Obligasi per 20 Februari 2025
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.