Dalam seminggu terakhir IHSG bergerak di kisaran 6.100-6.200 dan belum mampu mendekati level tertinggi di bulan lalu yaitu di kisaran 6.400. Ini berbeda dengan pasar Amerika (S&P 500) yang masih mencetak rekor lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Apakah IHSG mampu menyusul pasar AS yang terus naik, adakah resiko dibalik potensi kenaikan tersebut?
Ada Pemulihan, Tapi Masih Banyak Pengangguran
Ekonomi global memang mengalami pemulihan dibandingkan tahun lalu akibat adanya pembukaan bisnis kembali dan vaksin yang sudah mulai berjalan. Namun, menurut bloomberg, pengangguran global masih cukup besar.
Saat pandemi menyerang tahun lalu, sebanyak 255 juta pekerjaan hilang. Setelah adanya sedikit pemulihan, diperkirakan masih akan ada sekitar 90 juta pekerjaan yang hilang sampai akhir tahun ini. Kurangnya pekerjaan berarti daya beli masyarakat yang belum pulih total, ini yang berpotensi menghambat pemulihan.
Ekspektasi pemulihan lapangan kerja ini bisa lebih buruk dari perkiraan apabila realisasi vaksin berjalan lebih lambat. Hal inilah yang perlu diperhatikan terus oleh investor yang masih berinvestasi di pasar.
Sinyal Pasar dari Indikator Warren Buffet
Sebagai investor yang sukses, Warren Buffet memiliki indikator untuk menilai apakah pasar masih murah atau terlalu mahal. Indikator ini membandingkan antara nilai kapitalisasi pasar saham dibandingkan nilai produk domestik bruto (PDB) di Amerika Serikat.
Gambar di atas menunjukan bahwa saat ini nilai kapitalisasi pasar saham sudah terlalu besar dibandingkan PDB Amerika. Kondisi yang sama terjadi di sekitar tahun 2000 lalu, yang diikuti kejatuhan pasar setelahnya.
Warren Buffet sendiri sudah menjual banyak saham di tahun ini, salah satunya adalah saham Bank Wells Fargo yang dijual hingga 59% dari yang ia miliki sebelumnya. Penjualan banyak saham membuat buffett memegang posisi kas yang cukup besar di tahun ini.
Bank Indonesia Memangkas Suku Bunga
Pada rapat gubernur Bank Indonesia di minggu lalu, akhirnya BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga 7 days repo sebanyak 0,25% dari 3,75% menjadi 3,5% saat ini. Pemotongan ini dilakukan dengan ekspektasi inflasi yang masih rendah, dan nilai tukar rupiah yang masih stabil.
Namun, BI merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,8%-5,8% menjadi 4,3-5,3%. Target pertumbuhan bisa saja direvisi turun kembali mengingat progres vaksinasi Covid-19 yang masih lambat, sehingga kenaikan infeksi harian bisa saja meningkat kembali.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih belum pasti, investor perlu lebih berhati-hati menyikapi kenaikan yang ada di pasar. Jangan sampai euforia membuat kita melupakan kondisi ekonomi yang sebenarnya.