Market Summary
Harga Emas Tembus US$4.078/oz, Trump Sempat Ancam Tarif Tambahan ke China – Penguatan harga emas dalam sepekan terakhir didorong oleh meningkatnya ketidakpastian perdagangan global, tren de–dolarisasi, ketegangan geopolitik, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut.
Injeksi Likuiditas: Optimis Loan Growth dan Pertumbuhan Terakselerasi – Kementerian Keuangan mencatatkan sebanyak ~Rp113 triliun (~56% dari total dana) telah disalurkan dan optimis pertumbuhan kredit dapat meningkat ke level +10% YoY pada akhir 2025.
OJK Kaji Aturan Baru Free Float, Dorong Likuiditas Pasar Saham – OJK dilaporkan tengah mengkaji 2 skema perubahan aturan minimum free float di perusahaan terbuka, dengan wacana ini akan dibahas pada 4Q25.
Harga Emas Tembus US$4.078/oz, Trump Sempat Ancam Tarif Tambahan ke China
Harga emas kembali mencetak all–time high secara intraday pada Senin (13/10) ke level US$4.078. Harga emas telah naik +53% YTD, didorong oleh meningkatnya ketidakpastian perdagangan global, tren de–dolarisasi, ketegangan geopolitik, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut.
Kenaikan ini juga menyusul pernyataan Presiden Donald Trump pada Jumat (10/10), yang mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 100 percentage point untuk barang asal China dan mengontrol seluruh ekspor software penting buatan AS ke China per 1 November 2025. Namun, Trump melunak dan mengatakan pada Minggu (12/10) bahwa hubungan perdagangan dengan China “akan baik–baik saja”.
Ke depannya, emas masih diekspektasikan terus meningkat dengan Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga emas pada Desember 2026 dari 4.300 dolar AS per troy ounce menjadi 4.900 dolar AS per troy ounce.
Sementara itu, berdasarkan CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga AS sebesar ≥50 bps hingga akhir tahun mencapai 87,5% (vs. sepekan lalu: 86,3%).
Injeksi Likuiditas: Optimis Loan Growth dan Pertumbuhan Terakselerasi
Direktur Jenderal di Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, pada Kamis (9/10) mengumumkan realisasi penyaluran kredit dari injeksi likuiditas senilai total Rp200 triliun dengan capaian sebanyak ~Rp113 triliun atau ~56% dari total dana tersebut telah disalurkan.
Hal ini membuat Kementerian Keuangan optimistis pertumbuhan kredit seindustri dapat meningkat ke level +10% YoY pada akhir 2025 (vs. 8M25: +7,56% YoY), sejalan dengan target 2025 yang telah di–downgrade dari Bank Indonesia di kisaran +8–11% YoY.
Di samping itu, pemerintah juga berencana menginjeksi dana ke bank pembangunan daerah, di mana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan akan menempatkan dana ke Bank Jakarta dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur masing–masing sekitar Rp5–10 triliun.
Seiring perkembangan injeksi likuiditas, Purbaya mengatakan pada Jumat (10/10) bahwa dirinya yakin pertumbuhan ekonomi bisa terakselerasi hingga +6% YoY pada pertengahan 2026. Purbaya memperkirakan pertumbuhan ekonomi mungkin melambat pada 3Q25, tetapi akan pulih menjadi +5,5% YoY pada 4Q25.
Optimisme ini datang di tengah laporan Bank Indonesia yang mencatatkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar -1,9% MoM ke level 115 pada September 2025, terendah sejak April 2022 meskipun tetap berada di zona optimis (vs Agustus 2025: 117,2, September 2024: 123,5).
OJK Kaji Aturan Baru Free Float, Dorong Likuiditas Pasar Saham
OJK dilaporkan tengah mengkaji perubahan aturan minimum free float atau porsi saham yang dimiliki publik di perusahaan terbuka yang wacananya akan dibahas pada 4Q25.
Terdapat 2 skema perubahan yang diusulkan:
Skema penyesuaian minimum free float emiten IPO dengan ketentuan 20% untuk market cap di bawah Rp5 triliun, 15% untuk Rp5–50 triliun, dan 10% untuk di atas Rp50 triliun.
Skema kenaikan minimum free float bagi emiten yang sudah tercatat dari 7,5% menjadi 10% dalam tiga tahun ke depan, dengan evaluasi berkala untuk kemungkinan peningkatan bertahap.
Key Takeaways
Peningkatan ketidakpastian perdagangan global, utamanya hubungan perdagangan AS–China, dan tren de–dolarisasi memperkuat ekspektasi pembelian emas oleh bank sentral.
Hal Ini sejalan dengan tren peningkatan cadangan emas global dan peningkatan permintaan produk investasi ETF berbasis emas, yang secara keseluruhan terus mendukung rally harga emas.
Di sisi lain, akselerasi pertumbuhan kredit domestik berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjadi katalis kembalinya minat investor asing ke Indonesia, khususnya IHSG. Namun, penurunan IKK mengindikasikan sikap masyarakat yang mulai berhati-hati dengan kondisi ekonomi saat ini, meski masih berada dalam zona optimis.
Investor yang memiliki profil risiko agresif dapat mencermati peluang perkembangan pasar saham (IHSG), yang berpotensi diuntungkan oleh penguatan ekonomi akibat peningkatan pertumbuhan kredit. Investor juga perlu memantau perkembangan peraturan free float.
Investor dengan profil risiko low–moderate dapat mempertimbangkan Reksa Dana Obligasi yang cenderung diuntungkan di tengah tren penurunan suku bunga global dan domestik.
Sedangkan Reksa Dana Pasar Uang tetap menjadi pilihan untuk menjaga stabilitas portofolio di tengah fluktuasi pasar.
*Return reksa dana per 10 Oktober 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
Reksa Dana Obligasi
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A: Return +40,9% 5 tahun terakhir
ABF Indonesia Bond Index Fund: Return +38,8% 5 tahun terakhir
Eastspring IDR Fixed Income Fund Kelas A: Return +29,5% 5 tahun terakhir
*Return reksa dana per 10 Oktober 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
Reksa Dana Pasar Uang
Sucorinvest Money Market Fund: Return +5,93% dalam 1 tahun terakhir
TRIM Kas 2 Kelas A: Return +5,46% dalam 1 tahun terakhir
BRI Seruni Pasar Uang III: Return +5,43% dalam 1 tahun terakhir
Kinerja Saham Perbankan dalam 5 Tahun Terakhir
*Return saham per 10 Oktober 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
**Data saham per 10 Oktober 2025, memperhitungkan price return dan dividend.
Minggu Depan Berakhir, Amankan Fixed Rate Return dari ORI028
ORI028 bisa dipertimbangkan sebagai pilihan aset untuk menstabilkan portofolio. ORI028 menawarkan return pasti 5,35% p.a. untuk tenor 3 tahun dan 5,65% p.a. untuk tenor 6 tahun. Cair setiap bulan, bisa jadi sumber passive income rutin. ORI028 bisa dibeli di Bibit hingga 23 Oktober 2025 pukul 10.00 WIB.
Market Update: IHSG Cetak Rekor Baru, Tren Foreign Outflow Obligasi Belum Mereda
Sumber: Bloomberg per 3 Oktober 2025, kecuali Foreign Flow Obligasi per 30 September 2025
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu. Always do your own research.
In Case You Missed It
💸 Alihkan Tabungan ke Reksa Dana Pasar Uang dengan Grafik Return Naik Stabil – Menyimpan dana di tabungan bank menjadi pilihan banyak orang karena mudah diakses & terasa aman. Namun, instrumen seperti tabungan umumnya memberikan imbal hasil relatif rendah. Reksa Dana Pasar Uang bisa menjadi alternatif untuk menyimpan dana yang tetap low risk, fleksibel, dan dengan historis imbal hasil lebih tinggi.
🧘♀️Tenang dengan Aset Bebas Risiko vs Cari Return Tinggi Tanpa Kepastian – Dalam berinvestasi, return bukan satu–satunya hal penting. Risiko kehilangan uang/modal juga tidak kalah penting. Potensi return tinggi memang terlihat menarik, tetapi di baliknya ada risiko yang lebih tinggi juga untuk kehilangan uang.
Other Articles
🏦 Superbank Dikabarkan Mulai Ukur Minat Investor untuk IPO – Bloomberg melaporkan bahwa Superbank mulai mengukur minat investor untuk IPO di BEI. Sebanyak 70% dana hasil IPO akan dialokasikan sebagai modal kerja untuk penyaluran kredit, sementara sisanya digunakan untuk belanja modal.
✈️ GIAA: Private Placement US$1,85 Miliar dari Danantara – GIAA berencana melakukan private placement ~407,9 miliar saham kepada Danantara seharga Rp75 per saham, dengan nilai total ~US$1,85 miliar (Rp30,5 triliun). Rencana transaksi mencakup setoran modal tunai US$1,44 miliar dan konversi pinjaman pemegang saham US$405 juta.
Mining Contractors: Navigating Coal Headwinds – Prospek sektor kontraktor pertambangan menantang seiring berkurangnya permintaan akibat penurunan produksi batubara nasional dan harga yang relatif soft (US$100–130/ton). Adapun kami positif terhadap DEWA dan PTRO yang punya company–specific growth drivers dan netral terhadap UNTR.