Cara Melawan Inflasi, Sebaiknya Simpan Uang di Bank atau Reksa Dana?

Inflasi tinggi terjadi di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Terlebih dengan adanya kenaikan harga BBM yang baru saja diumumkan pemerintah. Sehingga Kementerian Keuangan Indonesia memperkirakan inflasi sepanjang 2022 mencapai 6,8% naik dari proyeksi sebelumnya sekitar 4,5% - 4,8%.

Dengan kondisi ini, tentu kita harus bijak dalam mengelola keuangan. Terutama dalam memilih instrumen untuk menyimpannya, supaya nilai uang yang kita miliki tidak tergerus inflasi yang menyebabkan nilai uang berkurang. 

Pertanyaannya, di mana sebaiknya kita menyimpan uang? Banyak orang yang familiar dengan menyimpan uang di bank. Tapi belakangan ini, media online ramai membahas bunga tabungan di bank konvensional mencapai 0% untuk jumlah simpanan tertentu. Lalu, apakah bank bisa tetap menjadi pilihan untuk menyimpan uang? Atau adakah pilihan instrumen lain?

Pahami Kebutuhan Saat Memilih Instrumen untuk Menyimpan Uang

Hal yang perlu diperhatikan saat memilih instrumen untuk menyimpan uang adalah memperhatikan kebutuhanmu. Apakah uang tersebut disimpan sebagai tabungan untuk masa depan, atau disimpan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?

Kamu bisa memilih rekening tabungan di bank, jika memang tujuannya untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya belanja bulanan atau transportasi. Karena rekening tabungan bisa diakses di manapun seperti mesin ATM atau melakukan transfer dana menggunakan mobile banking.

Namun, kamu bisa coba mencari opsi selain rekening di bank jika ingin menyimpan dana untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan agar uang kamu terus tumbuh. Sebab, rekening tabungan di bank memiliki bunga yang relatif rendah. Berdasarkan data Bank Indonesia per Juli 2022, bunga rekening tabungan bank konvensional dan BUMN di bawah 1%. Selain itu, ada biaya admin dari bank yang perlu ditanggung tiap bulan. Dan untuk nominal tabungan tertentu juga dikenakan pajak 20%. Sehingga jika menyimpan dana di rekening tabungan bank dalam jangka panjang, nilai uang akan berpotensi tergerus karena rendahnya suku bunga simpanan dan terpotong biaya admin.

Lawan Inflasi dengan Investasi: Reksa Dana

Jika kamu mencari alternatif instrumen menyimpan uang untuk melawan inflasi atau mencapai tujuan keuangan di masa depan, reksa dana bisa menjadi pilihan. Berikut ini adalah gambaran jika kamu menyimpan uang di bank dan di reksa dana pasar uang sebesar Rp500 ribu per bulan selama 10 tahun dengan potensi imbal hasilnya.

*Asumsi return per tahun, berdasarkan data masa lalu dan tidak mencerminkan kinerja masa depan.

Menggunakan perhitungan Time Value of Money.

Dari tabel di atas, kita bisa melihat bahwa jika berinvestasi di reksa dana, ada potensi imbal hasil (return) yang membuat uangmu berkembang dan bisa membantu melawan inflasi. Reksa dana pun dikelola oleh Manajer Investasi (MI) profesional. Jadi nggak perlu khawatir kalau kamu baru mulai investasi namun belum percaya diri dalam kemampuan analisis pasar, karena sudah dibantu MI.

Minimum investasi di reksa dana terjangkau, yaitu dari Rp 10 ribu hingga Rp 100 ribu. Reksa dana memiliki berbagai pilihan jenis, seperti reksa dana pasar uang, obligasi, dan saham yang bisa disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuanganmu.

Reksa dana tidak dikenakan potongan pajak karena bukan merupakan objek pajak. Menarik, kan? Kamu bisa mulai investasi reksa dana di aplikasi Bibit! Apalagi investasi di Bibit tidak dikenakan biaya admin. Jadi potensi keuntungan yang diperoleh sudah bersih tanpa ada potongan biaya. Yuk investasi reksa dana agar uangmu bisa bertumbuh dan melawan inflasi!

Cara Pilih Produk Reksa Dana: Sesuaikan dengan Tujuan Keuangan 

Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada beberapa jenis reksa dana yakni reksa dana pasar uang, reksa dana obligasi, dan reksa dana saham. Jika kamu merasa bingung saat pilih jenis reksa dana tersebut, kamu bisa mulai dengan coba untuk menyesuaikannya dengan jangka waktu tujuan keuanganmu. 

Kalau tujuan keuangan dalam jangka pendek atau di bawah 1 tahun, reksa dana pasar uang (RDPU) bisa menjadi opsi. Sebab RDPU menempatkan asetnya pada instrumen pasar uang seperti deposito dan obligasi yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun, sehingga pergerakan performanya cenderung stabil naik. 

Tapi, kalau tujuan keuanganmu sekitar 1-5 tahun atau dalam jangka menengah, reksa dana obligasi bisa jadi pilihan. Meskipun memang pergerakan reksa dana obligasi naik-turun alias berfluktuasi dalam jangka pendek, tapi secara jangka menengah bisa memberikan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibanding reksa dana pasar uang. 

Di sisi lain, kalau kamu memiliki tujuan keuangan di atas 5 tahun alias jangka panjang, kamu bisa mempertimbangkan untuk memilih reksa dana saham. Soalnya, reksa dana saham memiliki potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibanding jenis reksa dana lain dalam jangka panjang. Tapi perlu diingat adanya “High Risk High Return”, yang berarti semakin tinggi potensi imbal hasil, maka akan semakin tinggi juga risikonya! Jadi reksa dana jenis apa yang menjadi pilihan untuk investasimu?