Tahun 2023 perekonomian dunia diprediksi akan dihantam resesi. Dalam laporan Bank Dunia berjudul “Is a Global Recession Imminent?” yang dilansir Kemenkeu.go.id, beberapa indikasi resesi sudah mulai terjadi, sebut saja kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan bank sentral berbagai negara dalam upaya meredam laju inflasi.
Dampaknya terhadap dunia investasi dan keuangan, produk-produk pasar modal dengan volatilitas tinggi, seperti saham akan sering mengalami gejolak. Artinya, bisa seketika naik, kemudian tiba-tiba turun sehingga kurang cocok buat kamu yang mungkin baru memulai investasi dan berprofil investasi konservatif.
Persiapan Keuangan untuk Hadapi Resesi
Berinvestasi di masa resesi mungkin terdengar lebih berisiko. Padahal, di tengah kondisi ekonomi yang melambat, investasi tetap penting dalam upaya menghimpun dana darurat ataupun tujuan keuangan lainnya.
Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), kepada Tempo.co mengatakan investasi justru bisa menjadi strategi keuangan untuk bertahan di tengah resesi. Asalkan instrumen investasi yang dipilih tahan banting terhadap gejolak pasar dan cukup likuid sehingga dapat menjadi cadangan cash jangka pendek.
Berdasarkan kriteria tersebut, deposito dan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) merupakan opsi terbaik. Seperti kita tahu deposito dikenal stabil dengan bunga yang telah ditetapkan (fixed rate).
Begitu pula Reksa Dana Pasar Uang dikenal sangat stabil dengan pergerakan nilai yang tidak terlalu fluktuatif dan reksa dana ini pun mudah diperoleh secara online dengan modal terbatas.
Jadi, sebaiknya investasi reksa dana atau nabung deposito? Simak yuk simulasinya berikut ini.
Semisal kamu menginvestasikan danamu sebesar Rp20 juta ke deposito dengan tingkat return 3%. Maka deposito dalam setahun menjadi Rp20.600.000 sebelum dipotong pajak.
Setelah dipotong pajak keuntungan 20%, total dana deposito dan keuntungannya mencapai Rp20.480.000.
Sementara jika investasi di Reksa Dana Pasar Uang dengan dana yang sama tapi dengan asumsi tingkat keuntungan 4,15%, simulasinya adalah:
Berbeda dengan deposito, reksa dana tidak kena pajak dan dapat dicairkan kapan saja. Artinya, simulasi keuntungan di atas itu sudah bersih tanpa potong pajak.
Tabel Perbedaan Deposito dan Reksa Dana
Sejatinya, isu resesi global bukan sesuatu yang harus terlalu dikhawatirkan. Pengelolaan uang yang baik menjadi kunci untuk bisa bertahan. Salah satu caranya dengan tetap menyisihkan sebagian pendapatan buat menabung dan berinvestasi.
Dan, apapun produk keuangan yang nantinya kamu pilih, pastikan produk tersebut legal dan berkinerja baik, ya. Jika kamu ingin coba beli reksa dana, kamu bisa beli di aplikasi Bibit.
Ada berbagai pilihan produk, mulai dari Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Obligasi (RDO), dan Reksa Dana Saham (RDS).
Apa saja perbedaan Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Obligasi, dan Reksa Dana Saham?
Reksa Dana Pasar Uang: jenis reksa dana yang paling minim risiko dibandingkan jenis reksa dana lain karena 100% asetnya ditempatkan di instrumen pasar uang, seperti deposito dan obligasi dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Produk ini cocok untuk investasi kurang dari 1 tahun atau investor dengan profil risiko konservatif.
Reksa Dana Obligasi: reksa dana yang menempatkan minimal 80% asetnya di surat utang (obligasi), baik obligasi pemerintah maupun korporasi. Produk ini cocok untuk jangka menengah atau 1-5 tahun atau investor dengan profil risiko moderat.
Reksa Dana Saham: reksa dana paling berisiko karena 80% aset ditempatkan di pasar saham yang pergerakannya cukup fluktuatif. Produk ini cocok untuk jangka panjang yakni lebih dari 5 tahun atau investor dengan profil risiko agresif.
Writer: Tim SEO