Ketidakpastian ekonomi global yang berujung prediksi resesi tahun depan membuat banyak investor khawatir dan ragu untuk berinvestasi. Namun daripada merasa panik, ada baiknya kita pahami dulu bagaimana kondisi market saat ini dan potensi apa yang akan terjadi dalam waktu mendatang.
Bibit bersama dengan Principal Asset Management membahas isu terkini dalam acara berjudul “Market Outlook : Kesempatan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global”. Acara ini dimulai dengan pertanyaan yang mungkin juga menjadi kebimbangan bagi banyak investor, yaitu pilih reksa dana saham atau reksa dana pasar uang sebagai “bekal” untuk menghadapi isu resesi.
Cindy Anggraini selaku Head of Equity dari Principal Asset Management mengatakan reksa dana pasar uang mengalokasikan asetnya ke produk pasar uang, sehingga cocok untuk investor yang ingin menghindari risiko penurunan (risk averse). Sementara untuk saham, earning/profit masih menunjukkan performa yang baik pada 2022 dan ekspektasi market juga tinggi pada 2023. Namun, volatilitas di pasar modal masih akan terjadi sampai tahun depan. Sehingga kembali lagi pada investor dan profil risikonya untuk memilih instrumen investasi yang sesuai.
Selain itu, ada juga pembahasan tentang update dari perekonomian global dan bagaimana prediksi ke depan. Trizal Rizqiawan selaku Fixed Income Fund Manager mengatakan kebijakan The Fed yang terus menaikkan suku bunga acuan akan berdampak pada pasar finansial dunia.
Update Perekonomian Skala Global
Di sisi lain, banyak negara yang sedang menghadapi masalah inflasi, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini diawali adanya stimulus besar-besaran di masa pandemi covid-19 hingga konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga komoditas melambung.
Ada juga pembahasan tentang resesi. Isu resesi global belakangan ini memang menjadi ancaman dan sorotan. Menurut Trizar, potensi negara maju masuk ke jurang resesi cukup besar. Sedangkan untuk negara berkembang seperti wilayah ASEAN, probabilitas terjadi resesi justru rendah. Sebab banyak negara berkembang yang tidak memberikan stimulus besar-besaran saat pandemi. Negara-negara ini juga memiliki sumber daya komoditas yang kuat, sehingga tidak perlu banyak bergantung dengan impor dari negara lain.
Update Perekonomian Domestik
Indonesia juga terdampak dengan ketidakpastian global saat ini, seperti kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi. Hingga akhir 2022, suku bunga acuan BI diproyeksi tembus 4,5%-5%. Lalu, angkanya akan kembali naik menjadi 5,75% pada 2023. Sementara inflasi juga diprediksi terus meningkat sampai akhir tahun dan baru melandai pada 2023.
Di sisi lain, Indonesia justru mendapatkan dampak positif dari konflik Rusia-Ukraina dan lonjakan harga komoditas. Sebab, Indonesia memiliki sumber daya batu bara dan nikel yang melimpah. Situasi ini yang membantu rupiah tidak terjun terlalu dalam seperti mata uang negara ASEAN lain. Ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih tangguh di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Sementara, pasar obligasi sedang mengalami penurunan cukup dalam. Hal ini terjadi karena Bank Indonesia agresif menaikkan suku bunga acuan dalam dua bulan terakhir.
Kebijakan ini membuat yield obligasi naik, sehingga terjadi outflow (arus keluar) dari asing cukup besar. Investor asing juga lebih memilih berinvestasi di mata uang dolar AS di tengah pelemahan rupiah seperti sekarang.
Jika kamu ingin mengetahui lebih lanjut lagi dengan topik yang dibahas, seperti situasi pasar modal dan prediksinya yuk tonton acara lengkapnya di YouTube Channel Bibit ya!