Kondisi perekonomian global termasuk dalam negeri belakangan ini kembali bergejolak, ditandai dengan angka inflasi yang tinggi di berbagai negara termasuk Indonesia. Kabar terakhir per 14 September 2022, Amerika Serikat mencatatkan inflasi 8,3% YoY pada Agustus 2022 atau lebih tinggi dari ekspektasi para ekonom di angka 8,1% YoY.
Selain itu, adanya kenaikan suku bunga yang tinggi di belahan dunia dan ancaman resesi global menambah daftar ketidakpastian ekonomi dunia. Hal ini juga akan mempengaruhi pergerakan market yang fluktuatif. Sehingga bagi investor, kondisi ini menjadi tantangan untuk mengatur strategi investasi kapan waktu yang tepat untuk masuk dan keluar dari market.
Waktu yang Tepat untuk Investasi
Market timing dengan tujuan membeli aset di harga rendah untuk dijual di harga tinggi memang terdengar ideal. Tapi pada kenyataannya akan sulit dilakukan. Pada dasarnya, tidak ada yang benar-benar bisa memprediksi pergerakan market secara akurat 100%. Inilah sebabnya, muncul konsep “it’s not about market timing, but time in the market.”
Time in the market berfokus pada investasi dalam jangka panjang, di mana investor tidak perlu menentukan waktu yang tepat untuk berinvestasi. Semakin lama investor berinvestasi, maka pada akhirnya potensi imbal hasil akan semakin optimal.
Hal ini diperkuat dengan Warren Buffet, salah seorang investor tersukses di dunia yang pernah mengatakan "Someone’s sitting in the shade today because someone planted a tree a long time ago". Ia tidak menjelaskan kapan waktu terbaik untuk investasi, namun yang ditekankan adalah bagaimana hasil yang diperoleh setelah investasi jangka panjang yang dilakukan.
Dollar Cost Averaging untuk Investasi Jangka Panjang
Time in the market bisa dilakukan dengan strategi investasi Dollar Cost Averaging (DCA). DCA menjadi strategi investasi strategi investasi dengan cara menginvestasikan sejumlah uang secara rutin. Bisa per bulan, per minggu, atau bahkan per hari.
Terdengar mudah dan sederhana, kan? Tapi sebenarnya, kunci dari strategi DCA terletak pada konsistensi. Anda tidak perlu memikirkan waktu yang tepat untuk berinvestasi, yang penting dilakukan secara rutin. Dengan strategi DCA, anda akan mendapatkan harga beli rata-rata di tengah kenaikan dan penurunan harga reksa dana sehingga keuntungan dalam jangka panjang akan lebih optimal.
Contohnya ada dalam gambar di bawah ini. Misalnya, seorang investor rutin berinvestasi setiap bulannya sebesar Rp1 juta pada aset yang fluktuatif seperti reksa dana saham. Meskipun harga beli naik-turun, tapi karena terus konsisten menggunakan strategi DCA maka investor tersebut akhirnya memperoleh keuntungan sebesar 15% dari total investasi.
Sebuah Studi Kasus: Strategi DCA Saat Pandemi
Berikut ini adalah contoh sebuah studi kasus penerapan strategi DCA saat pandemi yang terjadi pada 2020 lalu. Seperti yang kita ketahui, market terguncang pada awal masa pandemi di Maret 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi yang sangat dalam dan menyentuh level di bawah 4.000 dari yang sebelumnya sudah berada di level 6.000-an.
Namun seiring berjalannya waktu, IHSG kembali pulih dan mengalami kenaikan pada Oktober 2020. Saat keadaan market yang labil di awal pandemi, banyak investor yang merasa panik melihat nilai portofolio yang terjun bebas. Namun apa yang terjadi jika meskipun dalam kondisi fluktuatif, anda tetap konsisten berinvestasi di reksa dana saham?
Lihat pergerakan performa Top 3 produk reksa dana saham saat pandemi di bawah ini dari Januari 2020 hingga Oktober 2021. Sama seperti pergerakan IHSG, performa reksa dana saham juga turut terkoreksi pada Maret 2020. Namun seiring dengan keadaan market yang kembali pulih, performa reksa dana saham juga turut bergerak naik.
Lihat pergerakan performa Top 3 produk reksa dana saham saat pandemi di bawah ini dari Januari 2020 hingga Oktober 2021. Sama seperti pergerakan IHSG, performa reksa dana saham juga turut terkoreksi pada Maret 2020. Namun seiring dengan keadaan market yang kembali pulih, performa reksa dana saham juga turut bergerak naik.
Studi kasus tersebut membuktikan bahwa di tengah ketidakpastian dan fluktuasi dalam market, DCA bisa menjadi pilihan strategi investasi untuk anda. Hal ini juga diperkuat bahwa secara historis, pergerakan market cenderung meningkat. Seperti pergerakan IHSG dalam 5 tahun terakhir yang sudah tumbuh sekitar 21,5%.
DCA: Make Money Even in The Worst Time
Market yang fluktuatif memang terus terjadi dari tahun ke tahun. Pada grafik di bawah ini, anda dapat melihat pergerakan market dalam horizon waktu yang lebih panjang lagi, yaitu 20 tahun (Januari 2002 sampai Januari 2022).
Grafik ini menggambarkan bahwa market sudah mengalami berbagai siklus, mulai dari krisis finansial global pada 2008 lalu, perang dagang AS-China di 2018, hingga pandemi Corona (Covid-19) yang terjadi pada awal 2020. Kita dapat melihat bahwa pergerakan saham dan obligasi turut berfluktuasi sepanjang 20 tahun terakhir.
Tapi, meskipun di tengah pergerakan yang naik-turun, perlu diperhatikan bahwa performa market cenderung naik dalam jangka panjang. Dari sini dapat disimpulkan jika anda terus berinvestasi secara rutin dengan strategi DCA dalam jangka panjang, bahkan di waktu terburuk sekalipun (misalkan saat harga sedang tinggi), anda tetap berpeluang memperoleh imbal hasil yang optimal.
Jadi, dengan berorientasi pada investasi jangka panjang serta menggunakan strategi DCA, anda tidak perlu memusingkan waktu yang tepat untuk investasi (market timing). Karena kuncinya ada pada konsisten untuk berinvestasi agar dapat mencapai tujuan keuangan anda di masa depan.