Memasuki pertengahan Oktober, selain masih was-was dengan pandemi, sentimen di pasar juga dipengaruhi oleh rilis laporan keuangan kuartal 3 oleh emiten-emiten, beserta kelanjutan stimulus pemerintah baik di dalam negeri maupun internasional. Bagaimana pengaruh terhadap pasar saat ini?
Isu Pasar Global dari Amerika
Minggu lalu, pasar di Amerika sempat dipengaruhi oleh sentimen dari rilis laporan keuangan bank-bank besar seperti JPMorgan, Bank Of America, Citigroup, dan Wells Fargo. Rata-rata bank tersebut mencatatkan penurunan laba secara kuartalan, kecuali JPMorgan yang masih mencatatkan kenaikan.
Selain itu, isu stimulus ekonomi Amerika masih menjadi perhatian karena belum mencapai kesepakatan. Setelah sempat membatalkan negosiasi stimulus, Presiden Trump mengumumkan bahwa Ia menginginkan stimulus lebih besar daripada tawaran sebelumnya meski masih dibawah 2 Triliun Dollar.
Sebagai Investor, kita perlu memahami bahwa kebuntuan stimulus bisa berkaitan dengan politik Amerika yang sebentar lagi melangsungkan pemilu presiden. Jadi, hasil akhir stimulus mungkin akan lebih pasti ketika masa pemilu sudah usai. Stimulus yang sudah keluar akan memberikan dampak positif ke pasar Amerika maupun Global.
Bantuan Bank Sentral Tidak Cukup
Ketua Ekonom IMF, Gita Gopinath mengingatkan bahwa perjalanan keluar dari bencana ekonomi kali ini kemungkinan membutuhkan waktu panjang dan penuh ketidakpastian. Akibatnya, ekonomi banyak negara membutuhkan topangan stimulus terus dari bank sentral maupun pemerintah.
Akibatnya, utang pemerintah secara global akan naik secara signifikan, namun risiko yang lebih besar lagi adalah stimulus ekonomi dihentikan terlalu cepat. Menurut IMF, pemerintah global sudah menyuntikkan stimulus hingga 12 Triliun Dollar di tengah pemulihan ekonomi yang kehilangan kekuatannya.
Federal Reserve mengakui bahwa bank sentral tidak bisa menyelesaikan masalah ini melalui kebijakan moneternya saja. Stimulus moneter yang berlebihan juga tidak akan berdampak banyak, maka dukungan pemerintah juga dibutuhkan melalui kebijakan fiskal dan belanja pemerintah. Jadi, stimulus pemerintah tidak boleh terlambat.
Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak
Kebutuhan dana pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi menaikkan utang luar negeri Indonesia. Berdasarkan Bank Indonesia, per Agustus 2020, pertumbuhan ULN tercatat sebesar 5,7% (tahunan) yang lebih tinggi dibandingkan 4,2% pada Juli 2020.
Sejalan dengan ini, IMF mencatat bahwa Indonesia termasuk 10 negara berpenghasilan menengah ke rendah dengan utang luar negeri tertinggi. Tercatat kalau Indonesia masuk ke peringkat 7 dengan nilai utang sebesar 402,08 miliar dollar.
Namun menurut Kontan, sebagian besar utang luar negeri Indonesia adalah utang jangka panjang. Maka, Indonesia masih ada waktu untuk melunasi utangnya nanti, disaat perekonomian kembali pulih.