Berapa yang Dibutuhkan Agar Balik Modal Setelah Rugi dari Investasi?

Investasi bisa diibaratkan sebagai sebuah ‘kendaraan’ untuk mencapai tujuan. Semua orang ingin agar tujuan keuangannya tercapai. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan strategi investasi dalam ‘berkendara’ agar bisa sampai tujuan investasi kita. 

Jika mengambil contoh berkendara secara harfiah, kita sering menemukan aturan “Utamakan Keselamatan” saat mengemudi. Tak hanya berlaku untuk di jalanan saja, tapi aturan ini juga wajib diterapkan saat investasi. Artinya kita mutlak perlu berhati-hati dan mengutamakan ‘keselamatan’ portofolio saat investasi.

Tidak masalah jika kamu memang ingin mengambil risiko saat investasi. Namun jangan sampai ‘ugal-ugalan’ dan jadi tidak memperhitungkan risiko dengan matang.

Serupa dengan kutipan dari Warren Buffet, salah satu investor terkemuka di dunia yang mengatakan “Rule No.1: Never lose money. Rule No.2: Don’t forget Rule No.1. Artinya, Buffett menekankan bahwa jangan sembrono saat investasi. Jangan  investasi dengan mindset untuk siap untung saja. Tapi  investasilah pada perusahaan  atau aset yang memang sudah kamu teliti dan yakini secara menyeluruh. 

Biaya Balik Modal Itu… Mahal!

Ucapan Warren Buffet tadi bukan tanpa alasan. Sebab, jika melakukan investasi tapi serampangan dan tidak memperhatikan risiko dengan baik, justru bisa berpotensi mengalami kerugian mendalam dan kehilangan modal yang besar. Sebagai gambaran, berikut adalah capital gain yang diperlukan untuk balik modal setelah mengalami kerugian: 

Tabel di atas memperlihatkan bahwa semakin besar kerugian yang dialami, makin besar juga nilai capital gain atau keuntungan yang harus didapatkan hanya untuk kembali balik modal.

Coba bayangkan. Misalnya, jika kamu investasi Rp100 juta dan merugi 10%, maka danamu menjadi Rp90 juta. Kalau ingin balik modal lagi ke Rp100 juta, maka kamu harus mendapat keuntungan sebesar 11% dengan uang Rp90 juta tadi. Bukan lagi butuh 10%! 

Di kasus ekstrem misalnya, kamu investasi Rp100 juta dan ternyata merugi hingga 50% menjadi Rp50 juta. Jika ingin sekadar balik modal, maka kamu harus mendapatkan return 100% dari sisa dana Rp50 juta tadi. Ingat, ini baru balik modal saja. Belum lagi kalau kamu ingin mendapatkan keuntungan seperti yang diekspektasikan. 

Baca Juga: Prinsip Investasi High Risk High Return, Mitos atau Fakta?

Hal yang Perlu Diingat Saat Investasi di Aset  Berisiko Tinggi

Sebenarnya sah-sah saja jika kamu ingin investasi di aset yang tinggi risiko misalnya seperti saham atau  Reksa Dana Saham. Tapi yang perlu ditekankan adalah jangan hanya fokus dengan target imbal hasil tinggi dan mengabaikan faktor risiko. 

Risiko investasi adalah hal yang pasti, namun imbal hasil masih berupa potensi dan berkaitan erat pada ekspektasi. 

Oleh karena itu, yuk tanya ke diri kita terlebih dahulu :

  • Apakah siap untuk menerima dan menghadapi risiko tinggi serta kerugian demi potensi imbal hasil tinggi? 

  • Apakah risiko yang diambil sudah sesuai dengan profil risiko?

Jika kita sudah tahu jawaban atas kedua pertanyaan tersebut, maka susunlah strategi mitigasi (mengurangi risiko) untuk menjaga kestabilan nilai aset di dalam portofolio. Salah satunya dengan melakukan diversifikasi investasi, yaitu mengalokasikan dana investasi ke beberapa instrumen keuangan. Dengan demikian, ketika satu aset mengalami koreksi dan penurunan, aset lain bisa membantu menopang kinerja portofolio.

Salah satu pilihan investasi yang bisa dipertimbangkan untuk diversifikasi adalah Reksa Dana Obligasi, yang menempatkan asetnya minimal 80% pada efek bersifat utang atau obligasi. Bagaimana dengan performa Reksa Dana Obligasi di aplikasi Bibit? Simak dalam tabel di bawah ini.

Reksa  Dana Obligasi juga bisa menjadi pilihan untuk investasi jangka menengah hingga panjang agar potensi imbal hasil bisa optimal. Berdasarkan data historis benchmark obligasi, yakni Indeks Komposit Obligasi, imbal hasilnya mencapai ~7,6% dalam 5 tahun terakhir (CAGR per 17 Maret 2023)

Kesimpulan

Investasi layaknya berkendara. Banyak yang mengambil jalan “cepat” untuk mendapat keuntungan investasi namun mengabaikan risiko investasi. Padahal untuk mencapai tujuan keuangan, kita tetap harus memprioritaskan “keselamatan”. 

Jadi kita tak bisa hanya berfokus pada keuntungan saja. Faktor risiko investasi tetap esensial untuk dipertimbangkan. Karena pada akhirnya, kemampuan tiap investor dalam menerima risiko pasti berbeda-beda. Perlu juga adanya strategi mitigasi, seperti diversifikasi investasi agar bisa menopang kestabilan kinerja portofolio dalam jangka panjang. 

Writer: Tim Edukasi

Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual reksa dana/produk tertentu.