Di pekan-pekan sebelumnya, kita sudah membahas investasi jangka panjang di 2 jenis reksa dana yaitu Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) dan Reksa Dana Obligasi (RDO) dengan studi kasus dan simulasi. Hasilnya, terbukti bahwa di tengah situasi perekonomian yang naik turun, investasi jangka panjang di RDPU dan RDO tetap memberikan keuntungan!
Sekarang, saatnya kita cari tahu bagaimana jika kita investasi jangka panjang selama 5 tahun di Reksa Dana Saham (RDS). Yuk kita mulai studi kasus minggu ini dengan melihat performa rata-rata 3 produk RDS terpopuler di aplikasi Bibit!
Dari gambar grafik di atas, terlihat pergerakan RDS yang fluktuatif dalam 5 tahun terakhir ini. Bahkan saat pandemi Covid-19, terjadi penurunan yang cukup mendalam. Kita ingat bahwa pada awal masa pandemi di Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok bahkan menyentuh level di bawah 4.000 dari yang sebelumnya berada di sekitar 6.000-an. Meski sempat mengalami penurunan cukup dalam, akhirnya IHSG kembali pulih dan mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya waktu.
Berkaca dari fluktuasi yang terjadi tadi, bagaimana jadinya kalau nabung rutin atau Dollar Cost Averaging (DCA) sebesar Rp 500 ribu tiap bulan dalam periode 5 tahun tersebut di Reksa Dana Saham? Ini dia simulasinya!
Pada tabel di atas, kita dapat melihat bahwa kondisi perekonomian yang naik turun juga mempengaruhi performa investasi di RDS. Pada Oktober 2018, terlihat bahwa portofolio minus sebesar -3,42%. Lalu saat pandemi Covid-19 di 2020, portofolio kembali minus hingga -7,93%.
Namun dalam jangka panjang, nyatanya jika kamu nabung rutin selama 5 tahun terakhir di RDS, investasimu bertumbuh dan akhirnya memperoleh keuntungan sebesar 31,14%. Artinya, total dana yang kamu dapatkan setelah 5 tahun berinvestasi adalah sebesar Rp 39,9 juta!
Pergerakan RDS memang cenderung fluktuatif dan memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding jenis dua reksa dana lainnya yaitu RDPU dan RDO. Namun dari studi kasus ini, kita dapat melihat bahwa di tengah fluktuasi harga, strategi nabung rutin atau DCA dalam jangka panjang di RDS memungkinkan kita untuk memperoleh keuntungan dari investasi.
Lalu bagaimana dengan strategi lump sum? Dari tabel di bawah ini, kita bisa melihat jika dengan strategi lump sum selama 5 tahun dengan menempatkan modal Rp 30,5 juta di Oktober 2017, maka total dana yang didapatkan pada Oktober 2022 adalah sebesar Rp 45,5 juta. Ini artinya, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 49,36%! Tapi hal ini juga berarti kita harus menyiapkan modal besar di awal.
Gambaran lain tentang studi kasus strategi DCA dan lump sum bisa kamu lihat pada artikel tentang nabung rutin di RDS ketika masa pandemi (Januari 2020 - Oktober 2021) dengan klik di sini. Dari artikel itu, terlihat bahwa dengan strategi DCA, investor bisa meraup keuntungan 17,1% dalam setahun lebih. Di sisi lain, strategi lump sum hanya memperoleh persentase keuntungan sebesar 6,44%.
Ini menunjukkan bahwa strategi lump sum tidak selalu memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Sebab strategi satu ini juga bergantung pada waktu kapan keseluruhan dana tersebut diinvestasikan. Di sisi lain, DCA juga ternyata bisa memberikan keuntungan meskipun pada saat itu market sedang bergejolak.
Kesimpulan dari studi kasus investasi di Reksa Dana Saham kali ini adalah, investasi di tengah keadaan ekonomi yang fluktuatif alias naik-turun dalam jangka panjang pada akhirnya dapat membuat uangmu bertumbuh dan memperoleh keuntungan. Strategi lump sum bisa digunakan jika kamu memiliki modal yang besar di awal. Tapi DCA bisa menjadi pilihan kalau kamu mau mulai investasi secara konsisten dengan nominal yang lebih kecil! Jadi yang mana pilihanmu?