Suku Bunga BI Lagi Tinggi, Bagaimana dengan RD Obligasi dan Deposito?

Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan saat investasi. Salah satunya adalah faktor makro ekonomi. Tak bisa dipungkiri, pergerakan ekonomi akan berpengaruh pada fluktuasi aset investasi. Misalnya saja seperti pergerakan suku bunga saat ini. 

Kondisi Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Saat Ini

Perlu diketahui, Bank Indonesia (BI) sempat menaikkan suku bunga secara signifikan 6 kali berturut-turut sejak Agustus 2022 dari 3,5% dan sekarang ada di level 5,75% per Maret 2023. Kenaikan suku bunga ini dilakukan  karena inflasi yang tinggi dari tahun lalu. 

Namun saat ini, BI sudah menahan level suku bunga acuan di 5,75% dalam 2 bulan terakhir yakni dari Februari hingga Maret 2023. Hal ini seiring dengan melandainya inflasi Indonesia. Tercatat inflasi per Maret 2023 telah melandai menjadi 4,97% dari sebelumnya di September 2022 yang sempat mencapai 5,95%. 

Jika kilas balik, suku bunga acuan BI saat ini sudah hampir mendekati level yang sama saat Juni 2019 yang mencapai 6% (puncak atau peak). Berdasarkan konsensus Bloomberg per April 2023, suku bunga acuan BI diproyeksi ditahan pada level 5,75% hingga akhir  2023 dan bahkan diekspektasikan turun di 2024-2025. 

Pengaruh Ekspektasi Perubahan Suku Bunga Terhadap Obligasi 

Ekspektasi perubahan suku bunga tentu berpengaruh pada instrumen investasi obligasi. Hal ini bisa dilihat dari segi yield. Sederhananya, yield merupakan tingkat imbal hasil (return) obligasi rata-rata per tahun. 

Pergerakan yield obligasi dipengaruhi oleh ekspektasi investor, terutama terhadap suku bunga acuan seperti BI 7 Days Repo Rate atau BI7DRR. Pergerakan harga obligasi memiliki hubungan berlawanan terhadap ekspektasi suku bunga dan yield obligasi. Perhatikan ilustrasi berikut: 

Ketika BI menaikkan suku bunga, hal tersebut juga dapat memicu peningkatan ekspektasi yield, karena investor berekspektasi untuk meminta imbal hasil lebih tinggi. Sehingga harga obligasi akan turun. 

Sebagai contoh, ada obligasi yang memiliki kupon 3,5%. Lalu karena ekspektasi suku bunga naik menjadi 5%, maka obligasi tersebut jadi kurang menarik karena nilai kuponnya yang lebih rendah. Dengan demikian, harga obligasi tersebut akan turun. 

Begitu pula jika ekspektasi suku bunga turun, maka yield yang diharapkan investor akan turun dan harga obligasi berpotensi naik!

Lalu Bagaimana dengan Deposito?

Mungkin kamu juga bertanya, bagaimana dengan instrumen deposito? Karena seperti yang diketahui, suku bunga juga berpengaruh terhadap pergerakan deposito.

Per 6 April 2023

Diolah dari data Bloomberg

Dari grafik di atas, saat ini rata-rata deposito bank di Indonesia (per 6 April 2023) adalah 3,78%. Sedangkan obligasi pemerintah tenor 1 tahun (1Y Govt Bond) memiliki yield 6,1% dan bahkan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun (10Y Govt Bond) lebih tinggi yakni 6,67%

Hal ini menunjukkan bahwa yield obligasi terlihat lebih menarik dibandingkan dengan deposito perbankan Indonesia saat ini. Ini juga memperlihatkan bahwa meskipun suku bunga acuan BI saat ini sudah di level 5,75%, namun rata-rata bunga deposito bank di Indonesia masih berada di bawah level suku bunga acuan. 

Supaya lebih jelas lagi, berikut ini adalah selisih antara deposito dan yield 10Y Govt Bond dan 1Y Govt Bond dalam 10 tahun terakhir dan juga per 6 April 2023.

Terlihat bahwa antara deposito dengan yield obligasi pemerintah 10 tahun memiliki selisih rata-rata sebesar 1,75% dalam 10 tahun terakhir! Namun selisihnya untuk saat ini (per 6 April 2023) bahkan lebih tinggi sebesar 2,89%. 

Hal ini juga sejalan dengan selisih antara deposito dengan yield obligasi pemerintah 1 tahun yang memiliki selisih rata-rata dalam 10 tahun terakhir sebesar 0,22%. Tapi saat ini selisihnya bahkan lebih tinggi sebesar 2,31%.

Ini menandakan bahwa yield obligasi pemerintah 1 tahun maupun 10 tahun nampak lebih menarik dibandingkan rata-rata deposito bank di Indonesia. Selain itu, selisih yang lebih besar juga menunjukan posisi obligasi saat ini menawarkan yield (imbal hasil) yang lebih besar dibandingkan rata-rata selisih dalam 10 tahun terakhir.

Investasi di Instrumen Apa?

Dengan kondisi dan ekspektasi suku bunga yang sudah dijelaskan di awal, Reksa Dana Obligasi bisa dipertimbangkan bagi  investor sebagai pilihan instrumen investasi. Sebab Reksa Dana Obligasi menempatkan asetnya minimal 80% di instrumen obligasi

Baca juga: Cara Pilih Reksa Dana Obligasi, Analisis dengan Indikator Ini

Saat memilih produk Reksa Dana Obligasi, ada berbagai indikator yang bisa dilihat. Misalnya seperti average yield. 

Average yield merupakan indikator yang menggambarkan indikasi return dari aset di dalam portofolio (asset holding) di dalam produk reksa dana jika manajer investasi memegang portofolio tersebut hingga jatuh tempo. Semakin tinggi yield-nya, maka semakin tinggi indikasi return.

Indikator average yield perlu digunakan dengan faktor lain ketika memilih produk Reksa Dana Obligasi, seperti durasi dan kualitas asset holding-nya. Dan juga yang perlu diingat bahwa average yield bersifat indikasi, bukan kepastian imbal hasil. 

Lalu bagaimana dengan performa Reksa Dana Obligasi di Bibit?

Terlihat dari 3 contoh produk Reksa Dana Obligasi, average yield yang dimiliki berada di rentang 6,52% hingga 7%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi  4,97% per Maret 2023 dan juga suku bunga acuan BI di level 5,75%. Sehingga dengan berinvestasi, kita berpeluang untuk melawan inflasi!

Writer: Tim Edukasi

Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual reksa dana/produk tertentu.