Dalam beberapa bulan terakhir, tingkat inflasi terlihat melandai. Di Indonesia, BPS menyatakan inflasi selama April 2023 yang juga bertepatan dengan momentum Lebaran ternyata lebih rendah dibandingkan inflasi pada Lebaran 2022.
Inflasi pada April 2023 berada di 4,33% YoY (vs. Maret 2023: 4,97% dan Februari 2023: 5,47%). Realisasi ini lebih rendah dibandingkan konsensus yang memperkirakan inflasi sebesar 4,39%, sekaligus menandai tingkat inflasi tahunan terendah di Indonesia dalam 11 bulan terakhir.
Di sisi lain, Amerika Serikat mencatatkan inflasi 5% YoY pada Maret 2023. Angka ini menurun dibanding inflasi Februari 2023 sebesar 6% YoY. Realisasi ini juga lebih rendah dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi 5,2% YoY, sekaligus menjadi tingkat inflasi tahunan terendah AS sejak Mei 2021.
Melandainya tingkat inflasi dan ekspektasi pasar terhadap suku bunga yang tidak akan dinaikkan berpotensi membuat imbal hasil dari investasi obligasi menjadi menarik. Kenapa demikian?
Melandainya Inflasi dan Pergerakan Suku Bunga
Inflasi yang mulai melandai berpotensi membuat bank sentral untuk menahan atau tidak menaikkan lagi suku bunga acuan. Ini terbukti pada April 2023, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di level 5,75%, sejalan dengan ekspektasi konsensus.
Dengan adanya keputusan ini, artinya BI sudah menahan suku bunga acuan sebesar 5,75% selama 3 bulan berturut-turut (Februari-April 2023). BI meyakini bahwa dengan suku bunga yang berada di level 5,75% sudah memadai untuk mengarahkan inflasi untuk turun ke target 2%-4%.
Sementara itu di Amerika Serikat, pasar mengekspektasikan The Fed untuk mengambil sikap dovish alias menghentikan dan/atau memangkas suku bunga acuannya. Hal ini sudah diulas lengkap dalam Bibit Premium Newsletter edisi Maret 2023, di mana dijelaskan dengan keputusan tersebut suku bunga acuan AS dinilai sudah mendekati puncaknya (peak).
Investasi di Tengah Suku Bunga yang Mulai Memuncak
Melandainya tingkat inflasi dan ekspektasi pasar terhadap suku bunga yang tidak akan dinaikkan berpotensi membuat imbal hasil dari investasi obligasi menjadi menarik.
Ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel yang membahas suku bunga BI yang sedang tinggi. Kaitannya adalah ekspektasi pergerakan suku bunga akan berbanding terbalik dengan harga obligasi. Jika ekspektasi suku bunga turun atau ditahan, harga obligasi berpotensi akan naik. Ilustrasinya seperti gambar berikut.
Di sisi lain, saat ini rata-rata deposito di perbankan Indonesia (Time Deposit Rate 12 months) berada di level 3,82% per April 2023. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan suku bunga acuan BI sebesar 5,75% dan inflasi yang saat ini berada di angka 4,33% YoY pada bulan April.
Sedangkan yield atau indikasi imbal hasil dari obligasi pemerintah tenor 1-10 tahun (ID 1-10Y) masih berada di rentang 6,05% - 6,53% per April 2023. Ini menandakan bahwa imbal hasil obligasi masih terlihat menarik karena berada di atas bunga deposito.
Obligasi: Pilih Reksa Dana Obligasi, Obligasi FR, atau SBN Ritel?
Di Bibit, tersedia 3 pilihan instrumen bagi investor yang tertarik untuk berinvestasi pada aset obligasi. Ada Reksa Dana Obligasi, Obligasi Pemerintah FR (Fixed Rate), dan SBN Ritel. Berikut ini adalah perbedaan dari ketiga jenis investasi tersebut:
Yang Perlu Menjadi Pertimbangan Investor dalam Pemilihan Aset
Dari ketiga jenis investasi yang berfokus pada obligasi, ada beberapa poin yang bisa diperhatikan atau menjadi pertimbangan investor:
Jika berniat untuk menggunakan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) dalam jangka panjang, Reksa Dana Obligasi bisa menjadi pertimbangan.
Jika ingin mengunci yield (indikasi imbal hasil) yang ditawarkan, bisa mempertimbangkan untuk memilih Obligasi FR atau SBN Ritel yang sedang dalam masa penawaran untuk dipegang hingga jatuh tempo.
Jika ingin memaksimalkan keuntungan dari pergerakan pasar (pergerakan harga), bisa pertimbangkan untuk memilih Obligasi FR, terutama seri dengan jatuh tempo panjang. Hal ini karena Obligasi FR bisa dijual di pasar sekunder sebelum jatuh tempo.
Jika ingin menikmati passive income bulanan yang pasti, bisa pertimbangkan untuk memilih SBN Ritel yang memberikan kupon setiap bulan.
Jika memiliki preferensi syariah, maka Reksa Dana Obligasi Syariah atau SBN ritel syariah seperti Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan bisa dipertimbangkan.
Selain itu, anda juga bisa menyesuaikan pilihan aset investasi dengan jangka waktu. Misalnya, jika berencana untuk investasi dana pensiun, maka Obligasi FR jangka panjang hingga 10 atau 20 tahun atau bahkan Reksa Dana Obligasi bisa menjadi pertimbangan.
Anda bisa mulai investasi di ketiga jenis aset ini melalui Bibit dengan melakukan upgrade akun menjadi Bibit Plus! Bibit Plus merupakan cara baru berinvestasi di Bibit yang menyediakan lebih banyak pilihan aset investasi seperti Reksa Dana, Obligasi (FR dan SBN Ritel), hingga Saham dalam satu aplikasi!
Sebagai nasabah Bibit Premium, Anda juga bisa berkonsultasi langsung tentang perencanaan hingga strategi investasi dengan Wealth Specialist yang didedikasikan khusus bagi Anda. Mulai dari rencana mengumpulkan dana pendidikan anak, dana pensiun, hingga pertanyaan seputar aset investasi dan informasi eksklusif hanya untuk Anda!
Economy Updates
Dalam satu bulan terakhir (April 2023), saham menjadi instrumen investasi dengan kinerja terbaik. Tercatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik +1,62% MoM, diikuti aliran dana dari investor asing (inflow) sebesar Rp12 triliun.
Sedangkan di aset obligasi, Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia (IBPA Total Return) mencatat kenaikan +1,05% MoM, dengan inflow dana asing sebesar Rp2,95 triliun.
Foreign Inflow
Fixed income atau obligasi: terjadi inflow dari aliran dana asing di April 2023 sebesar Rp2,95 triliun. Inflow pada obligasi ini melanjutkan inflow dari bulan Maret sebesar Rp13,4 triliun.
Aset saham: tercatat inflow lebih besar yakni Rp12,01 triliun, jauh meningkat dibandingkan Maret 2023 yang sebesar Rp4,02 triliun.
Pergerakan Obligasi dan Deposito di April 2023
Indonesia Government Bond Yield 10Y berada di 6,53%, turun 26 bps dibanding 6,79% pada Maret 2023.
Indonesia Government Bond Yield 5Y berada di 6,28%, turun 11 bps dibanding 6,39% pada Maret 2023.
Indonesia Gov Bond Yield 1Y berada di 6,05%, naik 11 bps dibanding 5,94% pada Maret 2023.
Rata-rata deposito perbankan Indonesia (TD Rate 12M) berada di 3,82%.
Pergerakan Saham di April 2023
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 6.915, naik +1,62% MoM pada April 2023.
Sektor dengan peningkatan terbesar adalah Properti (+1,94% MoM), sedangkan industri yang mengalami penurunan terbesar adalah Teknologi (-3,21% MoM).
Di level saat ini, IHSG berada pada P/E Ratio 13,7x.